Menu

Sunday, November 17, 2013

[Story] RAHASIA Bagian 1

Prangggg..
Suara piring terbuat dari aluminium yang dijatuhkan dengan disengaja terdengar sangat keras. Kini, makanan yang ada di piring tersebut pun sebagian sudah berhamburan keluar tak karuan.
Tak jauh dari piring tersebut, nampak seorang wanita yang duduk di lantai dengan badan meringkus. Tak kelihatan wajahnya. Hanya terlihat pakaian yang kusut, kotor dan rambut yang tak terawat.
"Cepet makan!"
Suara tersebut keluar bukan dari mulut wanita itu, tapi keluar dari seseorang wanita yang telah menjatuhkan piring tersebut.
Tak ada jawaban dari wanita yang tampak kotor itu.

Wanita yang menjatuhkan piring kemudian keluar meninggalkan ruangan yang hanya berukuran 4x4 meter, yang hanya ada sebuah pintu dan jendela berteralis tepat diatas wanita yang meringkus tadi.
Cahaya yang masuk dari jendela menandakan bahwa cuaca diluar sangat cerah. Tapi di dalam ruangan tersebut nampak remang-remang, dan gelaplah yang mendominasi ruangan itu.
Sunyi..
Wanita yang tadinya meringkus sambil menutup wajahnya, kemudian mengangkat wajahnya pelan-pelan. Sekarang sudah terlihat matanya yang pelan-pelan telah berair dan menetes.
Wanita itu menangis.

BAGIAN 1

Pagi
2 September 2013

Cerah.
Gedung-gedung tinggi sampai tidak mampu menghalang teriknya matahari.
Sebenarnya banyak juga pohon-pohon besar disana, tapi tak mengurangi panas di siang itu.
Dua orang gadis berjalan kearah salah satu pohon besar yang dibawahnya disediakan sebuah bangku panjang.
"Duduk sini dulu aja deh" Tiba-tiba seorang gadis yang meneteng tas dan sebuah jas putih  berkata kepada seorang temannya yang sedang memakai jas putih dan menenteng sebuah tas besar.
"Nggak nyangka banget ya, gue bisa keterima di fakultas spesialis mata." Ungkap gadis kedua yang sekarang tengah membuka jas putihnya karena merasa gerah.
"Emang lo pikir gue nyangka apa bisa keterima di spesialis bedah." Jawab gadis pertama dengan tertawa lepas.
"Haha.. Iya nin, nggak rugi lo punya bokap berpangkat." Gadis kedua bersuara sambil mengikuti tawa temannya yang belum selesai.
"Lo juga nggak rugi, bokap lo pagi siang malam kerja nyari duit cuma biar anaknya enak sekolahnya, haha.."
Tawa mereka sangat bahagia sekali.
Tapi sekarang mereka sadar, bahwa disela-sela tawa mereka, ada sebuah tawa yang keluar bukan dari mulut mereka.
Tawa itu tawa seorang laki-laki.
Kedua gadis itu berhenti untuk tertawa dan menoleh kebelakang pohon yang mereka teduhi.
Mereka kaget bukan main, karena dibelakang mereka duduk ternyata ada seorang laki-laki dengan menggunakan jas putih yang seperti mereka bawa.
Laki-laki itu duduk diatas rumput dengan sangat santai.
Kedua gadis yang pertamanya kaget, kemudian beralih menjadi terpesona melihat laki-laki itu.
Tampan, tinggi, dan berstyle keren. Matanya coklat, rambut cepak, dan senyum kecut kasnya yang malah menambah kesan tampan.
Di jas putih yang laki-laki itu kenakan terselip sebuah name tag bertuliskan JEFRY PUTRA NUGRAHA.
Jefry berdiri dan sekarang menghampiri kedua gadis yang masih melongo menatapnya.
Kedua gadis itu masih terdiam sambil melihat Jefry yang juga menatap mereka.
"Hahahahahaaaa..."
Tawa Jefry tiba-tiba menggelegar dan membuat kedua gadis itu tersentak kaget.
"Gue kira cakep, ternyata radak gila." Bisik gadis pertama sambil menyenggol gadis kedua.
"Iya. Gue takut nin.." Jawab gadis kedua dengan berbisik juga.
Jefry mendengar jelas perbincangan kedua gadis yang ada didepannya, dan senyum kecut khasnya keluar.
Jefry mendekatkan wajahnya kesalah satu gadis didepannya.
Sontak gadis yang dilihatnya membelalakan mata dan diam seribu bahasa.
Gadis kedua yang kaget melihat pemandangan didepannya, langsung mengangkat tasnya yang besar dan memukul bahu Jefry.
"Hey minggir. jangan macem-macem lo. Minggir, kalo nggak gue bakal..."
"Bakal apa?" Pandangan Jefry beralih ke gadis yang memukulnya.
Gadis itu terdiam dan gelagapan, ketika kata-katanya di sela oleh Jefry..
"Maksudnya gue bakal, emm gue bakal.." Gadis itu terbata-bata dalam berkata.
Jefry menjauhkan wajahnya dari hadapan mereka.
Sekarang posisi Jefry berkacak pinggang dihadapan dua gadis yang sedari tadi memilih posisi duduk menghadap ke belakang.
"Sejak kapan ada orang bangga dan nggak malu ngakuin kalau otaknya itu bisa dibayar?" Jefry mulai berkata-kata dan tak lupa senyum khasnya.
"Lo sadar nggak? Disaat lo ketawa bahagia, secara bersamaan ada orang nangis sedih gara-gara bangku yang seharusnya mereka tempati, mereka harus iklasin buat lo lo semua yang bisa beli pake duit." Sambung Jefry.
Kedua gadis itu saling menatap satu sama lain. Tampaknya mereka menyadari perbuatan mereka kurang berkenan.
"Gue heran kenapa bokap lo semua pada berusaha mati-matian demi anaknya bisa masuk ke spesialis yang mereka idamkan, sedangkan bokap gue nggak." Jefry mengatakan hal itu sambil memasang tampang berfikir.
Kedua gadis itu saling berpandangan lagi dan memasang tampang bingung akan perkataan Jefry.
"Hais, lupakan. Yang jelas lo semua harus sadar akan perbuatan lo." Sambung Jefry sambil meninggalkan mereka berdua.
Kedua gadis itu merasa lega karena orang aneh yang sedari tadi mengganggu mereka telah pergi.
Satu langkah, dua langkah, tiga langkah dan empat langkah.
Jefry berhenti.
Kemudian dia membalikkan badannya kearah gadis-gadis itu lagi.
Kedua gadis itu kembali memasang ekspresi takut.
Jefry tersenyum.
"Lo tadi bilang gue apa? Gila? Sorry gue bukan orang gila. Tapi gue calon dokter gila."
Setelah berkata demikian, Jefry kembali menghadap kedepan dan melangkah pergi.
Jefry meninggalkan dua orang gadis yang masih melongo kebingungan.
"Nin, orang itu kayaknya bener-bener kurang waras."
Teman gadis itu tak menjawab, hanya sanggup mengangguk-anggukan kepala sambil memandang kepergian Jefry.
Ya itulah satu dari sekian banyak kejadian yang terjadi di taman Fakultas kedokteran.

---
Pagi
2 September 2013

“Selamat pagi”
Mendengar suara tersebut, semua mahasiswa segera menempati bangku mereka masing-masing. Terutama Andre yang tadinya sedang menggoda teman wanitanya yang ada didepan bangku harus bersusah payah lari ke bangkunya yang terletak paling belakang.
“Selamat pagi saudara.” Sapa dosen mereka sekali lagi.
“Pagi pak.” Jawab mahasiswa serempak.
Dosen yang memiliki wajah serius dan sangat berwibawa sekali, mengeluarkan sebuah buku dari tasnya.
“Saya akan mulai absennya. Aditya Septa Tara?”
Seorang dengan tubuh sedikit gemuk dan memakai kacamata mengangkat tangannya.
“Hadir pak.” Dengan lantang dia mengatakannya.
“Baik, kemudian Andre Septyan Gumilang?”
Andre mengangkat tangannya dengan santai sambil berkata, “Hadir.”
“Oh, tumben kamu hadir.” Jawab Dosen tersebut tanpa melihat kearah Andre dan masih tetap sibuk dengan buku absennya.
“Loh, dokter Indra gimana sih. Saya kan satu-satunya mahasiswa bapak yang paling rajin dan keren?”
Sontak seisi kelas meneriaki ucapan Andre tanda tak terima. Andre hanya nyengir saja.
Dr.Indra hanya menggeleng geleng kepala dan melanjutkan memanggil satu persatu mahasiswanya.
Ya, dia adalah dr.Indra Nugraha, salah satu dosen di fakultas tersebut. Dia sangat cerdas dan mudah berbaur dengan mahasiswanya. Tak salah jika banyak mahasiswa yang suka berkonsultasi padanya. Semua tahu, bahwa dr.Indra dulunya adalah seorang kepala rumah sakit jiwa disebuah kota besar. 10tahun dia mengabdi disana dan kemudian keluar dari sana. Tak ada yang tahu apa penyebab keluarnya dr.Indra, karena mengingat prestasi yang dia buat sangat banyak, tidak mungkin apabila dr.Indra telah berbuat salah.
“Inneke Arinda?”
“Hadir pak” Jawab seorang gadis yang duduk di depan tepat dr.Indra berdiri.
“Jefry Putra Nugraha?”
Kelas menjadi sunyi. Tak ada jawaban dari panggilan tersebut.
Dr.Indra mengulangi memanggil nama itu lagi, dan sekarang arah matanya tertuju pada seseorang. Seolah-olah dr.Indra sudah mengetahui dimana pemilik nama itu berada.
Semua mahasiswa saat itu serentak menoleh kearah belakang.
Kelas masih saja sunyi.
Andre, dia hanya nyengir melihat pandangan dosen dan teman-temannya yang seakan ingin membunuh dia pelan-pelan.
Kemudian, Andre menggerakan kakinya pelan-pelan kesamping, lebih tepatnya kebangku sampingnya.
Ada seorang laki-laki yang tertidur di bangku tersebut.
Andre berusaha membangunkan orang itu dengan kakinya.
“Jef.. Jef..” Bisik Andre sambil sedikit-sedikit menoleh kearah temannya itu. Dan tak ada respon, dia hanya bisa tersenyum kecut didepan semua orang.
Kesal, akhirnya dia menggunakan tangannya untuk memukul kepala Orang tersebut dan membuat orang itu bangun dan marah pada Andre.
“Apaan sih!” Orang itu menatap Andre dengan suara lirih dan nada marah.
“Lo, lo!” Saat ini Andre sudah tak mengeluarkan suaranya. Dia mulai memakai bahasa tubuhnya.
Andre menunjuk-nunjuk orang itu dan kemudia menunjuk kearah depan.
Memang pertama orang itu bingung dengan maksud Andre, tapi setelah orang itu mengikuti arah tunjuk Andre, maka didapatinya pemandangan bahwa seorang dosennya dan semua teman-temannya melihat kearahnya.
Andre terdiam dan berusaha menutupi mukanya.
Orang itu mengerti apa maksudnya, dan segera mengangkat tangan sambil tersenyum kecut.
“Hadir.”
Ya orang itu adalah Jefry.
Semua kembali keposisi masing-masing dan dr.Indra tak mencoba menegur mahasiswanya itu. Dibiarkan dan dilanjutkan memanggili nama-nama yang lain.
Setelah selesai dr.Indra menata bukunya dan duduk di kursinya.
“Saudara, saya ingin memberitahukan pada anda semua, bahwa mulai 2 bulan lagi, Fakultas akan mengadakan praktek untuk kalian semua di rumah sakit-rumah sakit dan tempat lainnya selama dua bulan.” Kata dr.Indra.
Suasana kelas menjadi gaduh karena mereka mencoba menerka-nerka dan membahas sendiri tentang praktek tersebut pada temannya.
“Mohon tenang, saya akan melanjutkan. Disana, saudara semua akan mengamati dan membantu mereka dan membuat laporannya. Saya berharap disana nanti saudara bisa membantu dengan baik dan membuat laporan dengan baik juga.”
“Saya akan membagi kelompok dan masing-masing kelompok segera menemui dosen pembimbing masing-masing untuk bisa berkonsultasi dan mempersiapkan semuanya.” Lanjut dr.Indra.
Semua mahasiswa disana menyambut dengan baik praktek tersebut. Tapi hal itu tidak terjadi pada Jefry. Pandangannya mengarah kepada dr.Indra.
Wajahnya menunjukkan kalau dia tak suka seperti yang lain.

---

Sore
31 Oktober 2013

Jefry turun dari kereta api, disusul oleh kedua temannya Andre dan Bianca.
Mereka segera membawa barang-barang mereka dan mencari taksi disana.
Tibalah mereka disebuah rumah minimalis, yaitu rumah kediaman dr.Herman.
Dr.Herman segera menyambut ketiga tamu spesialnya itu dan menyuruhnya untuk istirahat sejenak di kamar yang sudah disiapkan.
Dr.Herman adalah wakil ketua dari rumah sakit jiwa yang akan Jefry, Andre dan Bianca tempati untuk praktek. Dr.Herman masih bujang jadi dia tinggal sendiri dirumahnya.
Sore haripun datang.
Dr.Herman mengajak ketiga tamunya untuk duduk-duduk di taman rumahnya yang sangat indah itu.
“Gimana papamu, Jef? Sehat?” Tanya dr.Herman membuka percakapan mereka.
“Ya gitulah om.” Jawab Jefry sekenanya.
“Kalian masih beda pendapat terus?” Tanya dr.Herman lagi sambil tersenyum dan membuka tutup toples berisi snack yang dibawa dari dalam rumah.
“Papa tuh keras banget om.” Keluh Jefry.
“Haha, kayak kamu nggak aja Jef.” Jawab dr.Herman dengan tertawa sambil menepuk nepuk pundak Jefry.
Jefry hanya nyengir saja.
“Papa bilang, kalau aku harus mewujudkan cita-cita papa. Emang papa aja yang punya cita-cita?” Keluh Jefry sambil mengambil snack didepannya dan mengunyahnya.
“Om tau kan, dulu aku nggak pengen masuk fakultas dokter, pengennya jadi pilot. Tapi papa ngelarang. Ok, Jefry nurut. Terus Jefry pengen masuk spesialis bedah, dilarang lagi. Maunya apa sih?” Gerutu Jefry dengan mulut yang penuh dengan jajanan yang dia makan.
Dr.Herman hanya tersenyum mendengarnya.
“Terus terakhir kali papa kasih mahasiswanya tugas praktek itu, dirumah dia bilang kalau ini demi kebaikanku. Baik apanya?” Sambung Jefry.
Dr.Herman tahu bahwa Jefry sudah mulai emosi.
“Papamu ingin kamu itu menikmati apa yang sudah kamu pilih.” Tutur dr.Herman dengan lembut.
“Mana bisa nikmatin kalau itu bukan pilihan aku sendiri?” Tanya Jefry.
“Dan papa juga bilang aku dikirim ke rumah sakit papa dulu untuk membuka keadilan. Maksudnya apa juga.” Sambung Jefry.
Dr.Herman terdiam.
“Duh, ke kamar mandi dulu om ya, kebelet.” Ucap Jefry sambil meninggalkan mereka semua.
Dr.Herman masih terdiam, seakan dia tahu apa yg dimaksud dengan ucapan papa Jefry tadi.
“Dok, emang dari dulu ya anak sama bapak nggak cocok?” Tanya Bianca menganggetkan lamunan dr.Herman.
Dr.Herman tersenyum pada pertanyaan cewek yang bertubuh mungil dan memiliki potongan rambut pendek, sehingga menambahkan kesan bahwa dia tak pantas disebut mahasiswi tapi seorang murid SMA.
“Yang pasti, dr.Indra sayang sama Jefry dan ingin yang terbaik untuk Jefry.” Jawab dr.Herman.
“Kalian bisa santai dan istirahat, besok saya akan antar kalian ke rumah sakit dan memulai praktek kalian.” Sambung dr.Herman.

---

Pagi
1 November 2013

Pagi yang cerah.
Dr.Herman dan ketiga mahasiswa magangnya sudah sampai didepan sebuah rumah sakit jiwa.
Rumah sakit itu cukup besar dan nampak terawat.
Dr.Herman mengajak masuk mereka dan mengenalkan satu persatu ruangan yang ada disana.
Tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang suster yang keluar dari sebuah kamar.
“Oh suster Indah, kenalkan ini adalah anak magang dari Universitas. Anak-anak ini adalah kepala Suster disini, namanya suster Indah.” Kata dr.Herman.
Mereka pun saling berjabat tangan dan memperkenalkan diri masing-masing.
“Saya telah menunjukkan setiap ruangan di sini, untuk sisanya saya serahkan pada anda, suster.” Sambung dr.Herman.
“Baik, dr.Herman” Jawab suster Indah dengan senyuman.
Pintu dari ruangan yang tadi dimasuki suster Indah tidak sepenuhnya tertutup, bisa dilihat dari luar ada apa didalamnya.
Andre mengintip kedalam dan mendapati ada seseorang didalam sana.
Andre menyenggol Jefry dan memberi kode untuk melihat apa yang telah Andre lihat.
Jefry melihat dan mengamatinya. Memang ada seseorang disana.
Suster Indah yang sedari tadi mengobrol dengan dokter Herman mengetehui hal itu dan segera menutup rapat pintunya.
“Saya melihat seseorang disitu.” Kata Jefry curiga.
“Oh iya dia pasien yang cukup berbahaya disini, jadi dia perlu diasingkan.” Jawab suster Indah gelagapan.
“Diasingkan?” Tanya Andre dengan wajah penuh tanda Tanya.
“Bisakah kita melihatnya?” Kata Jefry sambil mencoba membuka pintu tersebut.
Belum sempat membukanya, pintu itu sudah dipegang oleh suster Indah dan menghalang-halangi pintu tersebut.
“Jangan. Tolong jangan pernah masuki tempat ini.” Larang suster Indah.
Jefry tersenyum kecut.
“Sebenarnya apa yang sudah anda sembunyikan?” Tanya Jefry.
Jefry memaksa suster Indah untuk menghindar dan berhasil.
Dia membuka pintunya lebar-lebar.
Ada seorang wanita disana. Pakaiannya lusuh dan kotor. Rambutnya sangat tak terawat. Ruangannya sempit dan gelap. Bau, sangat bau ruangan disitu.
Wanita itu meringkus dibawah dan disebelahnya ada sebuah piring yang berisi makanan yang sudah banyak yg tumpah.
Jefry kaget melihat pemandangan itu.
Jefry menoleh kearah suster Indah yang wajahya marah bercampur gelisah.
Jefry juga memasang wajah penuh dengan tanda tanya.
“Siapa dia?” Tanya Jefry.



No comments:

Post a Comment