Menu

Wednesday, November 27, 2013

[Story] "RAHASIA" Bagian 5

Previous : RAHASIA Bagian 4


BAGIAN 5


7 Tahun yang Lalu
November 2006

Dalam sebuah ruangan yang cukup besar, nampak banyak orang disana sibuk dengan segala sesuatu yang mereka kerjakan. Salah satu wanita yang ada disana berjalan dengan cepat sambil membawa setumpuk pakaian di dalam pelukannya. Ada pula seorang laki-laki membawa sebuah tiang lampu yang biasa digunakan untuk pemotretan. Dan tak ketinggalan seorang laki-laki bertubuh gemuk berlari kecil sambil membawa segelas plastik berisi teh hangat. Dia mencoba berjalan menyelinap di beberapa kerumunan orang disana. Kini dia telah berhenti dan melihat sesuatu di depannya sambil tersenyum kecil.


Dilihatnya seorang wanita bertubuh langsing dan tinggi sedang mengadakan sesi pemotretan. Banyak sekali lampu yang menyorotinyav dari depan.

Rambutnya yang panjang dan berwarna mocca, dibiarkan terurai tertiup angin buatan dari kipas angin besar di sampingnya. Matanya dihiasi dengan warna-warna yang gelap, sehingga semakin mempertajam matanya. Wajahnya putih dan mulus dengan balutan perona pipi yang merah, dan tak ketinggalan bibirnya yang berwarna merah darah sangat mengkilap.

Dipadu dengan dress mini dan beberapa aksesoris bernuasa serba hitam, wanita itu siap melakukan sesi pemotretan dengan tema gothic.

Dengan memamerkan tubuh indahnya dan wajah cantiknya, dia berhasil membuat sebuah gaya yang apik di depan kamera.

“Ok, pemotretan hari ini selesai.” Kata seorang fotografer yang telah berhasil mengabadikan semua gambar wanita itu.

“Terima kasih untuk semuanya.” Ucapnya lagi dengan suara lantang dan tersenyum puas.

Seluruh orang yang ada di ruangan tersebut nampak bahagia dan bertepuk tangan, karena pemotretan hari ini berjalan lancar.

Kemudian fotografer itu menoleh kearah modelnya yang masih berdiri diam di posisi awal.

“Terima kasih, Yonna.” Katanya sambil tersenyum.

Wanita itu tak menjawab apapun dan hanya mengeluarkan senyum sinisnya. Kemudian dia berjalan pergi meninggalkan fotografer tersebut.

Fotografer itu hanya bisa menghela nafas dan menggelengkan kepalanya melihat tingkat laku modelnya yang bernama Yonna.

Laki-laki gemuk yang sedari tadi melihat tingkah laku Yonna, langsung mendekat kearah fotografer tersebut.

“Mas Yunus.” Panggilnya kepada fotografer tersebut.

“Eh, Endri. Ada apa?” Tanya fotografer tersebut.

“Nggak apa-apa mas. Terima kasih mas buat hari ini.” Kata laki-laki bertubuh gemuk yang bernama Endri.

“Ok. Tuh model lo dah kelar, cepetan sana daripada dia berubah lagi jadi nenek lampir.” Kata Yunus sambil tertawa kecil.

“Hehe, iya mas. Permisi.” Kata Endri sambil pergi berlari meninggalkan Yunus.

Endri berlari kearah Yonna yang saat ini sedang berdiri dengan berkacak pinggang.

“Cepetan napa!” Bentak Yonna kepada Endri.

Kemudian Yonna membalikan badannya dan dia melepas segala aksesoris yang menempel di sebagian tubuhnya sambil berjalan cepat, disusul dengan Endri di belakangnya. Setelah dia berhasil melepaskannya, dengan santai dia membuang semua itu di kursi kosong yang kebetulan dia lewati. Dan kini dia pergi meninggalkan ruang pemotretan itu dengan langkah pasti. Sama sekali tak ada senyuman menghiasi wajahnya.

“Ya ampun, aksesorisnya berantakan.” Kata seorang wanita sambil mengambil aksesoris yang Yonna taruh sembarangan di kursi kosong.

“Lo kayak nggak hafal aja, kelakukan model satu itu kayak gimana!” Kata seseorang lainnya sambil membantu rekannya membereskan aksesoris yang berantakan tersebut.

Mereka pun akhirnya selesai membereskan aksesoris yang dipakai Yonna tadi.

“Gue benci banget kalau kerja bareng sama Yonna!” Umpat wanita pertama sambil memasang wajah geram.

“Gue juga. Udah yuk, bentar lagi ada pemotretan sesi kedua.” Kata wanita kedua sambil mengajak rekannya pergi.

Disisi lain, Yonna masih berjalan dengan tegap menyusuri setiap jalan yang ada di gedung itu. Endri yang ada di belakangnya ingin menyodorkan segelas teh pada Yonna, tapi tak ada keberanian untuk melakukannya.

“Minum gue?” Kata Yonna tiba-tiba sambil menengadahkan tangannya pada Endri. Pandangan dan langkah Yonna masih lurus kedepan. Dia sama sekali tak menoleh kearah Endri.

“Oh. Iya.” Kata Endri sambil menyerahkan gelas kepada Yonna.

Setelah menerimanya, Yonna mencoba membenahkan posisi sedotan dan meminumnya sambil meneruskan perjalanannya menuju keruangan gantinya. Tapi tiba-tiba langkahnya berhenti. Matanya terbuka semakin lebar. Ada sesuatu di depan yang membuatnya berhenti.

Endri pun tiba-tiba berhenti. Endri melihat seseorang di depan Yonna.

“Lhooo, mas Dio?” Sapa Endri sambil memberikan senyuman. Tapi sangat terlihat bahwa senyuman Endri tidak bersungguh-sungguh. Sekali-sekali dia menurunkan senyumannya sambil melirik cemas kearah Yonna.

Yonna masih terdiam di hadapan laki-laki yang bernama Dio tersebut.

“Halo Yonna.” Kata Dio sambil melambaikan tangannya. Dio tersenyum pada Yonna.

Yonna masih terdiam.

“Aku mau ajak kamu ke…”

“Gue sibuk.”

Sebelum selesai Dio berbicara, Yonna sudah menyelanya terlebih dahulu. Endri semakin was-was dengan keadaan seperti ini.

Dio menundukkan wajahnya sambil tetap tersenyum sinis. Kemudian dia mengangkat wajahnya pelan-pelan sambil memandangi Yonna yang memasang wajah tak bersahabat padanya.

“Ok. Next time mungkin.” Kata Dio dengan wajah menggodanya.

Yonna tak menjawab dan memilih untuk meninggalkan Dio disana. Ketika Yonna berhasil melewati Dio beberapa langkah, Dio memanggil nama Yonna dan membuatnya berhenti sejenak di tempat dia berdiri sekarang. Yonna memilih untuk tak menoleh kearah Dio.

“Kamu nggak lupa kan kalau tahun depan kita nikah?” Tanya Dio dengan tawa yang mengerikan bagi Yonna dan Endri.

“Tahun depan itu tinggal menunggu hari aja, sayang.” Lanjut Dio.

Mendengar hal itu, Yonna tampak geram dan mengepalkan telapak tangannya rapat-rapat. Matanya sudah membasah oleh air mata. Kata-kata yang keluar dari mulut Dio seperti sebuah ancaman untuk Yonna. Yonna merasakan sesak dalam hatinya.

“Aku harap kamu bisa mempersiapkan semuanya dengan baik. Termasuk mempersiapkan hatimu buat aku.” Sambung Dio sambil berjalan lurus meninggalkan Yonna dan Endri di sana.

Yonna masih terdiam, kini air matanya mulai menetes satu persatu dari matanya.

“Na, lo nggak apa-apa kan?” Tanya Endri dengan ragu-ragu.

Yonna memalingkan wajahnya kesamping. Dia mencoba menarik nafas dan mengelurkannya dengan pelan-pelan. Dia berharap rasa sesak segera keluar dari dalam dadanya.

Kemudian Yonna kembali menatap ke depan. Dia mulai berjalan lagi dengan tegapnya. Dia memakai tangan kanannya untuk mengusap air matanya secara paksa. Make up di wajahnya nampak sedikit rusak. Dia terus berjalan dan kini dia telah sampai di depan ruangan dan masuk ke dalamnya dengan menutup pintu keras-keras.


Di daun pintu tersebut dituliskan, YONNA’S ROOM --- MAYA’S AGENCY

---

November 2006

Seorang laki-laki berjalan dengan membawa beberapa map di tangannya. Laki-laki itu menggunakan setelan hem dan berdasi. Kemudian dia masuk ke dalam sebuah ruangan. Di dalam ruangan dia sudah di tunggu oleh beberapa orang yang memakai seragam office boy.

“Selamat pagi.” Sapa laki-laki berpakaian rapi tersebut.

Lima orang office boy tersebut serempak menjawab sapaan laki-laki tersebut dengan semangat.

“Ok, hari ini ada dua karyawan baru yang akan bergabung di Maya’s Agency ini, sebelumnya saya perkenalkan diri. Nama saya Ridwan, saya adalah manager di tempat ini.” Kata Laki-laki yang bernama Ridwan dengan ramah.

“Emm Agus Rahmat yang mana ya?” Tanya Ridwan sambil membaca sebuah kertas di dalam map yang sedari tadi dia bawa.

“Saya pak.” Jawab seorang laki-laki berkulit hitam sambil tersenyum lebar.

“Selamat datang Agus dan selamat bekerja.” Kata Ridwan dengan ramah sekali.

“Selanjutnya, Dimas Anggara yang mana?”

“Saya pak.” Jawab seorang laki-laki di sebelah Agus dengan menunjuk tangannya.

Laki-laki yang bertubuh tinggi, memiliki mata yang indah dan lesung pipi di kedua pipinya menurunkan tangannya.

Manager Ridwan memandangi Dimas dengan ekspresi bertanya-tanya.

“Kamu yakin, mau jadi OB disini?” Tanya Manager Ridwan.

“Ya pasti pak, saya yakin. Memang kenapa pak?” Tanya Dimas balik.

“Oh nggak apa-apa, cuma wajah kamu itu pantasnya jadi model disini.” Kata Manager Ridwan sambil tertawa.

“Haha… Bapak bisa aja.” Jawab Dimas dengan malu-malu.

“Baiklah selamat bekerja. Selamat pagi.” Kata Manager Ridwan sambil tersenyum dan pergi meninggalkan ruangan khusus tempat para OB di Maya’s Agency beristirahat.

Dimas menyalami satu persatu OB lainnya sambil memperkenalkan dirinya. Kemudian salah satu OB yang cukup bisa dikatakan senior membagikan tugas kepada kedua OB baru.

“Gue Iwan, gue yang paling lama kerja di tempat ini. Kalau ada apa-apa lo berdua bisa tanya ama gue. Dan sekarang tugas lo berdua adalah siapin minuman buat semua karyawan dan taruh di meja mereka masing-masing. Ngerti?” Jelas Iwan panjang lebar.
Kedua OB baru itu menganggukan kepala tanda mengerti. Kemudian mereka membubarkan diri untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing.

Dimas masih berada di ruangan itu. Dia menghela nafas panjang sambil tersenyum bahagia.

“Akhirnya sampai juga di Jakarta.” Kata Dimas sambil melihat di sekelilingnya.

Kemudian dia merogoh ponselnya dari dalam saku celananya, dan dia mulai mengetik sebuah pesan singkat.

Bu, aku sudah resmi bekerja di sini. Meskipun hanya jadi office boy, yang penting halal. Dan juga waktu bekerjanya tidak ganggu jam kuliah malamku. Nanti aku kabarin ibu lagi. Ibu dan anak-anak semua baik-baik disana ya. Salam, Dimas.

Setelah mengirimkannya, Dimas memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Dan dia pergi meninggalkan ruangan itu menuju ke dapur. Dimas berjalan sambil tersenyum bahagia.

Di tengah perjalanan, Dimas bertemu dengan beberapa wanita karyawan di Maya’s Agency. Dan semua wanita yang melihat Dimas nampak terpesona akan ketampanan karyawan baru itu.

“Siapa tuh? Cakep banget.”

“Iya, tapi kenapa pakaiannya OB?”

“Bodo amat yang penting cakep.”

“Namanya siapa ya?”

Beberapa percakapan dari mereka terdengar oleh Dimas. Dimas merasa risih mendengar itu semua. Kemudian dia menoleh pelan-pelan kearah mereka, dan memberikan senyuman untuk menyapa mereka.

Tapi yang terjadi adalah, wanita-wanita tadi semakin menggila karena mereka mendapatkan senyuman manis dari Dimas.


Dimas semakin kebingungan melihat itu semua dan dia memutuskan untuk segera pergi dari sana. Lebih tepatnya menjauh dari banyak wanita disana.

---


“Gue laper.”

Endri segera menghampiri Yonna yang sekarang duduk di depan meja riasnya.

“Gimana, Na? Mau makan apa? Gue pesenin.” Tanya Endri.

Yonna menghela nafas dan kemudian duduk menyender di kursinya sambil berfikir apa yang akan dia makan.

“Gue pesenin pizza aja deh.” Kata Yonna.

“Ok. Gue telpon bentar.” Kata Endri sambil kembali ke sofa tempat dia duduk tadi dan mencari handphonenya.

Endri berhasil mencari handphonenya dan segera menekan tombol yang ada di handphonenya.
Yonna berdiri dari kursinya.

“Gue keluar bentar.” Kata Yonna.

“Tapi, Na. 10 menit lagi lo ada pemotretan.” Jelas Endri sambil masih memegangi handphonenya.

“Gue tahu. Gue cuma sebentar kok.” Kata Yonna sambil meninggalkan Endri.

Endri diam saja dan membiarkan kepergian Yonna.

Kemudian Yonna keluar dari ruangan pribadinya. Yonna memang memiliki fasilitas yang luar biasa di agencynya, karena prestasi yang banyak dia capai. Yonna memiliki ruangan pribadi sendiri, dan memiliki manager pribadi yang hanya khusus mengurusi urusannya saja.

Dalam perjalanannya dia berpapasan dengan dua orang wanita yang sedang mengobrol. Sebenarnya Yonna ingin melewatinya saja, tapi tidak bisa. Karena, yang mereka bahas adalah Yonna.

Emang udah keterlaluan Yonna, mentang-mentang Bokapnya dulu yang bikin ini agency, dia bisa seenaknya aja merintah kita. Lagaknya sok banget. Lagian bokapnya kan udah mati, masih bisa sok aja dia. Bu Maya aja juga nggak suka banget ama kelakuan dia. Coba aja Bu Maya nggak inget sama kebaikan Bokapnya Yonna. Udah diusir mungkin Yonna disini.

Mendengar hal tersebut, langkah Yonna berhenti. Dadanya sesak. Telapak tangannya menggenggam kuat-kuat. Dengan sekuat tenaga, Yonna berusaha jalan melewati mereka berdua.

Dua orang tadi sadar akan kedatangan Yonna, dan mereka menjadi salah tingkah.

“Eh, Mbak Yonna. Mau kemana?” Tanya salah satu orang tadi menyapa Yonna.

Yonna berhenti dan memandang kedua orang tadi yang masih salah tingkah.

“Nggak usah sok care lo. Gue benci banget sama orang yang munafik.” Kata Yonna sambil pergi meninggalkan mereka berdua. Yonna memutuskan untuk kembali ke ruangannya.

Kedua orang tadi hanya diam saja. Sesaat setelah Yonna melintas, mereka memasang wajah geram.

---

“Gue nggak mau!”

Endri menghela nafas panjang mendengar jawaban yang keluar dari mulut Yonna. Wajahnya menunjukkan kecemasan yang mendalam.

“Tapi Na, lo harus ngelakuin. Kalau enggak…” Kata-kata Endri terpaksa harus di sela oleh Yonna.

“Kalau enggak kenapa? Gue harus bayar dendanya? Berapa sih? Gue bayar!” Jawab Yonna dengan nada angkuh.

“Tapi kali ini enggak, Na.” Kata Endri sambil menunduk lesu.

“Kalau nggak itu apa lagi? Haa?” Tanya Yonna dengan nada tinggi.

Yonna mengubah posisi duduknya agar menjadi senyaman mungkin, ketika duduk di sofa kesayangannya yang berwarna merah itu. Kemudian Yonna melipat tangannya dan memejamkan matanya.

“Bu Maya bilang, kalau lo kali ini nggak mau, dia bakal majuin pesta pernikahan lo di bulan ini.” Jawab Endri dengan hati-hati.

Endri tahu betul bahwa Yonna sangat sensitif sekali ketika berbicara soal pernikahannya dengan Dio, pria yang sama sekali tak dia cintai.

Mendengar hal itu, Yonna langsung membuka matanya lebar-lebar. Dia mulai naik pitam.

Tak banyak berkata, Yonna langsung bangkit dari sofanya dan melangkah pergi dengan perasaan emosi yang tinggi.

“Na, lo mau apa?” Endri pun tiba-tiba berdiri dan mencegah kepergian Yonna.

“Dia siapa berani atur hidup gue? Haa?” Teriak Yonna dengan mata berkaca-kaca.

Yonna berusaha melepaskan pegangan Endri dan berhasil. Sekarang Yonna keluar dari ruangan pribadinya.

“Na… Yonna…” Panggil Endri dengan sia-sia, karena Yonna tak menghiraukan panggilan Endri.

Endri hanya bisa menghela nafas kekhawatiran dan kesedihan.


“Kasihan Yonna.” Gumamnya sendiri. Kemudian dia berjalan mengikuti kemana Yonna pergi. Sepertinya dia mengetahui betul kemana tujuan Yonna sekarang.

---

Yonna berjalan dengan cepat sambil memasang ekspresi marah yang teramat. Para karyawan yang ada di sekitar sana, langsung menjadikan hal tersebut sebagai bahan perbincangan.

Dan sampailah Yonna di depan pintu yang bertuliskan “Welcome to Maya’s Agency”

Tanpa basa-basi Yonna membuka pintunya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Di dalam ruangan terdapat beberapa orang yang sedang melakukan rapat, salah satunya adalah Ibu Maya, pemilik Maya’s Agency.

“Rapat kita lanjutkan nanti saja.” Kata Ibu Maya menyudahi pembicaraannya dengan beberapa orang disana.

Dan kini, tinggal Ibu Maya dan Yonna saja yang ada di ruangan itu, setelah semua orang meninggalkan ruangan tersebut.

“Apa kamu lupa bagaimana cara mengetuk pintu?” Tanya Ibu Maya yang masih duduk dengan santai di sofa tamunya.

Yonna tak menjawab dan sekarang dia berjalan pelan mendekati dimana Ibu Maya duduk. Yonna memilih untuk tetap berdiri.

“Siapa anda, berani mengatur kehidupan saya?” Tanya Yonna dengan suara seraknya akibat meneteskan air mata.

“Mama cuma pengen kamu tanda tangani kontrak dengan Perusahaan Emas dan selesai. Itu saja.” Kata Ibu Maya dengan tenang.

“Mama? Haha… Mama?” Kata Yonna dengan tawa sinis.

“Aku nggak mau!” Lanjut Yonna dengan tegas.
Ibu Maya menghela nafas pelan-pelan.

“Dio tadi kesini dan membicarakan soal pernikahan kamu.” Kata Ibu Maya.

Yonna menyunggingkan senyuman kecutnya. Dia tak percaya kata-kata itu akan keluar lagi dan menyesakkan hatinya.

“Kalau memang kamu sudah tidak ada kontrak dengan perusahaan manapun untuk dijadikan modelnya, ok, lebih baik kamu menikah saja bulan ini.” Jelas Ibu Maya.

Yonna melihat Ibu Maya yang begitu santai dengan tetesan air mata yang menurun pelan-pelan di pipinya.

“Ada beberapa hal yang anda harus tahu.” Kata Yonna terbata-bata.

“Pertama, Yonna nggak merasa punya ibu seperti anda. Dan yang kedua, pernikahan Yonna adalah urusan Yonna, bukan orang lain. Anda jelas?” Jelas Yonna sambil mengusap air matanya yang sudah menetes terlalu banyak di wajahnya.

“Baik, kalau begitu silahkan kamu tinggalkan agency ini dengan tangan kosong.” Ancam Ibu Maya dengan senyuman yang licik.

Yonna terbelalak melihatnya. Dia tak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Dia tak pernah mendengar kata-kata seperti ini keluar dari mulut Ibu Maya.

“Kenapa kamu diam aja? Kamu nggak bisa kan tanpa saya? Kamu masih tetap butuh pekerjaan kamu dan uang pastinya. Karena kamu sudah nggak punya siapa-siapa lagi, selain saya.” Kata Ibu Maya sambil berdiri menyeimbangi Yonna.

“Silahkan pilih, pilih kontrak ini atau tinggalkan tempat ini?” Lanjut Ibu Maya.

Yonna masih belum bisa menjawab. Dia hanya bisa meneteskan air matanya.

Ibu Maya mengambil sebuah map berisi perjanjian-perjanjian yang harus ditandatangani oleh Yonna. Ibu Maya menyodorkannya kepada Yonna.

“Bawa ini dan cepat selesaikan pekerjaanmu dengan perusahaan ini.” Kata Ibu Maya.

Yonna menerima perjanjian itu. Dia tertawa. Semakin keras tawanya. Dan semakin deras pula air mata yang mengalir dari matanya.
“Hebat. Papa emang nggak salah pilih istri yang hebat.” Kata Yonna masih dengan tawa dan air mata.

Yonna membawa perjanjian itu dan keluar dari ruangan itu.


Ibu Maya melihat kepergian Yonna dengan tatapan yang serius.

---


Dimas membawa sebuah nampan berisi gelas-gelas yang telah terisi dengan air teh. Dia sedikit menundukkan kepalanya agar tak begitu melihat orang-orang di sekelilingnya.

Dimas sangat merasa risih dengan sikap para wanita yang sedari tadi membicarakan tentang dirinya.

Dimas memutuskan berjalan semakin cepat, sambil terus mengawasi beberapa orang yang dia dengar tengah membicarakan tentang dirinya.

Tiba-tiba saja Dimas menabrak seorang wanita yang berpapasan dengan dia. Seluruh minuman yang di pegang di nampannya telah tumpah ke pakaian wanita tersebut.

Dimas terbelalak melihatnya. Dia melihat wajah wanita yang di tabraknya. Wanita itu masih memandangi pakaiannya yang kotor dengan wajah nanar.

“Maaf… Maaf saya nggak… Nggak sengaja.” Kata Dimas dengan ketakutan.

Wanita itu mengangkat wajahnya dan melihat wajah Dimas.

Dimas melihat wajah wanita itu penuh dengan air mata dan memerah. Dia semakin merasa bersalah karena sudah membuat wanita didepannya menangis.

“Lo punya mata nggak sih?” Teriak wanita itu dengan sangat kesal.

Dimas kebingungan dan tak bisa menjawab apapun.

Orang-orang yang berada disana langsung antusias melihat kejadian itu. Kerumunanpun tak terhelakkan.

Dari kejauhan Endri melihat kerumunan banyak orang. Kemudian dia berusaha untuk menyelinap masuk ke dalam kerumunan dan dia kaget dengan apa yang dilihatnya.

“Yonna?” Panggil Endri dengan keras.

Endri langsung berlari mengahmpiri Yonna yang kini telah memakai pakaian basah.

Yonna menoleh kearah Endri.

“Lo bilang sama Maya, sebelum dia berani pecat gue, dia harus pecat orang ini dulu.” Ucap Maya dengan suara lantang.

“Dan satu lagi, siapa nama lo?” Setelah mengatakan hal itu, Yonna melihat kearah name tag Dimas.

“Ok, gue inget bener nama lo. Saran gue, lo pulang aja sekarang dan siapin surat pengunduran diri lo. Ngerti!” Teriak Yonna sambil pergi meninggalkan tempat kejadian itu.

“Lain kali hati-hati, mas” Kata Endri.

“Iya mas, saya minta maaf.” Ucap Dimas.

Kemudian Endri meninggalkan tempat itu juga.

Dimas berusaha membersihkan pecahan gelas yang berserakan di lantai.

Yonna jadi mau dipecat? Masak iya? Yang bener aja? Wah kantor bisa cerah dong tanpa Yonna. Moga aja bener ya.

Dimas mendengar banyak obrolan disekitarnya yang menyebut nama Yonna. Dia mengira, Yonna adalah wanita yang tadi ditabraknya.

Dimas berfikir, wanita tadi tak banyak yang suka. Sepertinya banyak orang mengharapkan kepergiannya.
Dimas segera membereskan pecahan gelasnya dan ingin pergi meninggalkan tempat itu.

Tapi dari balik sebuah pintu ada seseorang yang memanggilnya dan menyuruhnya masuk.

---

Yonna berjalan cepat-cepat menuju keruangan pribadinya dengan keadaan pakaian masih kotor dan basah. Sebenarnya Yonna sangat malu, karena banyak orang yang melihatnya. Termasuk rivalnya, Siska, seorang model terkenal juga di agency tersebut.

Siska nampak tersenyum geli melihat tingkah rivalnya seperti itu.

Yonna tak peduli. Dia terus berjalan dengan wajah yang ingin menangis. Bukan karena pakaiannya menjadi kotor, tapi karena hal lain. Tekanan dari Maya yang membuatnya seperti ini. Yonna ingin masuk keruangannya tapi tidak bisa karena pintu ruangannya itu terkunci.

Endri belum sampai disana. Dia belum bisa mengejar Yonna. Yonna mencoba membuka pintu itu dan hasilnya sia-sia. Hal itu semakin menambah emosinya.

Kemudian dengan putus asa Yonna berlari menggunakan tangga darurat menuju ke lantai delapan, dan sekarang ini dia sudah sampai di atas atap kantornya.

Dia berlari menuju ke pinggiran tembok pembatas. Dia menangis disana. Dia menangis keras-keras.

Kemudian mencoba mengusap kedua matanya tanpa peduli make up yang ada dimatanya akan hancur.

Dia masih menangis. Air matanya kembali keluar lagi. Yonna berusaha mengusap air matanya kembali, dan tak sengaja pandangannya berhenti kearah samping kanannya.

Dia berhenti menangis. Tapi ekspresinya masih sedih. Dia masih terdiam.
Kini dia benar-benar berhenti menangis. Matanya terbelalak.

Kemudian Yonna memalingkan wajahnya kearah kiri.
Dia masih kaget dengan apa yang dilihatnya.

Next :

No comments:

Post a Comment