Previous : RAHASIA Bagian 4
BAGIAN 5
7 Tahun
yang Lalu
November 2006
Dalam
sebuah ruangan yang cukup besar, nampak banyak orang disana sibuk dengan segala
sesuatu yang mereka kerjakan. Salah satu wanita yang ada disana berjalan dengan
cepat sambil membawa setumpuk pakaian di dalam pelukannya. Ada pula seorang laki-laki
membawa sebuah tiang lampu yang biasa digunakan untuk pemotretan. Dan tak
ketinggalan seorang laki-laki bertubuh gemuk berlari kecil sambil membawa segelas
plastik berisi teh hangat. Dia mencoba berjalan menyelinap di beberapa
kerumunan orang disana. Kini dia telah berhenti dan melihat sesuatu di depannya
sambil tersenyum kecil.
Dilihatnya
seorang wanita bertubuh langsing dan tinggi sedang mengadakan sesi pemotretan. Banyak
sekali lampu yang menyorotinyav dari depan.
Rambutnya
yang panjang dan berwarna mocca, dibiarkan terurai tertiup angin buatan dari
kipas angin besar di sampingnya. Matanya dihiasi dengan warna-warna yang gelap,
sehingga semakin mempertajam matanya. Wajahnya putih dan mulus dengan balutan
perona pipi yang merah, dan tak ketinggalan bibirnya yang berwarna merah darah sangat
mengkilap.
Dipadu
dengan dress mini dan beberapa aksesoris bernuasa serba hitam, wanita itu siap
melakukan sesi pemotretan dengan tema gothic.
Dengan
memamerkan tubuh indahnya dan wajah cantiknya, dia berhasil membuat sebuah gaya
yang apik di depan kamera.
“Ok,
pemotretan hari ini selesai.” Kata seorang fotografer yang telah berhasil
mengabadikan semua gambar wanita itu.
“Terima
kasih untuk semuanya.” Ucapnya lagi dengan suara lantang dan tersenyum puas.
Seluruh
orang yang ada di ruangan tersebut nampak bahagia dan bertepuk tangan, karena
pemotretan hari ini berjalan lancar.
Kemudian
fotografer itu menoleh kearah modelnya yang masih berdiri diam di posisi awal.
“Terima
kasih, Yonna.” Katanya sambil tersenyum.
Wanita
itu tak menjawab apapun dan hanya mengeluarkan senyum sinisnya. Kemudian dia
berjalan pergi meninggalkan fotografer tersebut.
Fotografer
itu hanya bisa menghela nafas dan menggelengkan kepalanya melihat tingkat laku
modelnya yang bernama Yonna.
Laki-laki
gemuk yang sedari tadi melihat tingkah laku Yonna, langsung mendekat kearah fotografer
tersebut.
“Mas
Yunus.” Panggilnya kepada fotografer tersebut.
“Eh,
Endri. Ada apa?” Tanya fotografer tersebut.
“Nggak
apa-apa mas. Terima kasih mas buat hari ini.” Kata laki-laki bertubuh gemuk
yang bernama Endri.
“Ok.
Tuh model lo dah kelar, cepetan sana daripada dia berubah lagi jadi nenek
lampir.” Kata Yunus sambil tertawa kecil.
“Hehe,
iya mas. Permisi.” Kata Endri sambil pergi berlari meninggalkan Yunus.
Endri
berlari kearah Yonna yang saat ini sedang berdiri dengan berkacak pinggang.
“Cepetan
napa!” Bentak Yonna kepada Endri.
Kemudian
Yonna membalikan badannya dan dia melepas segala aksesoris yang menempel di
sebagian tubuhnya sambil berjalan cepat, disusul dengan Endri di belakangnya. Setelah
dia berhasil melepaskannya, dengan santai dia membuang semua itu di kursi
kosong yang kebetulan dia lewati. Dan kini dia pergi meninggalkan ruang
pemotretan itu dengan langkah pasti. Sama sekali tak ada senyuman menghiasi
wajahnya.
“Ya
ampun, aksesorisnya berantakan.” Kata seorang wanita sambil mengambil aksesoris
yang Yonna taruh sembarangan di kursi kosong.
“Lo
kayak nggak hafal aja, kelakukan model satu itu kayak gimana!” Kata seseorang
lainnya sambil membantu rekannya membereskan aksesoris yang berantakan
tersebut.
Mereka
pun akhirnya selesai membereskan aksesoris yang dipakai Yonna tadi.
“Gue
benci banget kalau kerja bareng sama Yonna!” Umpat wanita pertama sambil
memasang wajah geram.
“Gue
juga. Udah yuk, bentar lagi ada pemotretan sesi kedua.” Kata wanita kedua
sambil mengajak rekannya pergi.
Disisi
lain, Yonna masih berjalan dengan tegap menyusuri setiap jalan yang ada di
gedung itu. Endri yang ada di belakangnya ingin menyodorkan segelas teh pada
Yonna, tapi tak ada keberanian untuk melakukannya.
“Minum
gue?” Kata Yonna tiba-tiba sambil menengadahkan tangannya pada Endri. Pandangan
dan langkah Yonna masih lurus kedepan. Dia sama sekali tak menoleh kearah
Endri.
“Oh.
Iya.” Kata Endri sambil menyerahkan gelas kepada Yonna.
Setelah
menerimanya, Yonna mencoba membenahkan posisi sedotan dan meminumnya sambil
meneruskan perjalanannya menuju keruangan gantinya. Tapi tiba-tiba langkahnya
berhenti. Matanya terbuka semakin lebar. Ada sesuatu di depan yang membuatnya
berhenti.
Endri
pun tiba-tiba berhenti. Endri melihat seseorang di depan Yonna.
“Lhooo,
mas Dio?” Sapa Endri sambil memberikan senyuman. Tapi sangat terlihat bahwa
senyuman Endri tidak bersungguh-sungguh. Sekali-sekali dia menurunkan
senyumannya sambil melirik cemas kearah Yonna.
Yonna
masih terdiam di hadapan laki-laki yang bernama Dio tersebut.
“Halo
Yonna.” Kata Dio sambil melambaikan tangannya. Dio tersenyum pada Yonna.
Yonna
masih terdiam.
“Aku
mau ajak kamu ke…”
“Gue
sibuk.”
Sebelum
selesai Dio berbicara, Yonna sudah menyelanya terlebih dahulu. Endri semakin
was-was dengan keadaan seperti ini.
Dio
menundukkan wajahnya sambil tetap tersenyum sinis. Kemudian dia mengangkat
wajahnya pelan-pelan sambil memandangi Yonna yang memasang wajah tak bersahabat
padanya.
“Ok.
Next time mungkin.” Kata Dio dengan wajah menggodanya.
Yonna
tak menjawab dan memilih untuk meninggalkan Dio disana. Ketika Yonna berhasil
melewati Dio beberapa langkah, Dio memanggil nama Yonna dan membuatnya berhenti
sejenak di tempat dia berdiri sekarang. Yonna memilih untuk tak menoleh kearah
Dio.
“Kamu
nggak lupa kan kalau tahun depan kita nikah?” Tanya Dio dengan tawa yang mengerikan
bagi Yonna dan Endri.
“Tahun
depan itu tinggal menunggu hari aja, sayang.” Lanjut Dio.
Mendengar
hal itu, Yonna tampak geram dan mengepalkan telapak tangannya rapat-rapat.
Matanya sudah membasah oleh air mata. Kata-kata yang keluar dari mulut Dio
seperti sebuah ancaman untuk Yonna. Yonna merasakan sesak dalam hatinya.
“Aku
harap kamu bisa mempersiapkan semuanya dengan baik. Termasuk mempersiapkan
hatimu buat aku.” Sambung Dio sambil berjalan lurus meninggalkan Yonna dan Endri
di sana.
Yonna
masih terdiam, kini air matanya mulai menetes satu persatu dari matanya.
“Na,
lo nggak apa-apa kan?” Tanya Endri dengan ragu-ragu.
Yonna
memalingkan wajahnya kesamping. Dia mencoba menarik nafas dan mengelurkannya
dengan pelan-pelan. Dia berharap rasa sesak segera keluar dari dalam dadanya.
Kemudian
Yonna kembali menatap ke depan. Dia mulai berjalan lagi dengan tegapnya. Dia memakai
tangan kanannya untuk mengusap air matanya secara paksa. Make up di wajahnya
nampak sedikit rusak. Dia terus berjalan dan kini dia telah sampai di depan
ruangan dan masuk ke dalamnya dengan menutup pintu keras-keras.
Di
daun pintu tersebut dituliskan, YONNA’S ROOM --- MAYA’S AGENCY
---
November
2006
Seorang
laki-laki berjalan dengan membawa beberapa map di tangannya. Laki-laki itu
menggunakan setelan hem dan berdasi. Kemudian dia masuk ke dalam sebuah
ruangan. Di dalam ruangan dia sudah di tunggu oleh beberapa orang yang memakai
seragam office boy.
“Selamat
pagi.” Sapa laki-laki berpakaian rapi tersebut.
Lima
orang office boy tersebut serempak menjawab sapaan laki-laki tersebut dengan
semangat.
“Ok,
hari ini ada dua karyawan baru yang akan bergabung di Maya’s Agency ini,
sebelumnya saya perkenalkan diri. Nama saya Ridwan, saya adalah manager di
tempat ini.” Kata Laki-laki yang bernama Ridwan dengan ramah.
“Emm
Agus Rahmat yang mana ya?” Tanya Ridwan sambil membaca sebuah kertas di dalam map
yang sedari tadi dia bawa.
“Saya
pak.” Jawab seorang laki-laki berkulit hitam sambil tersenyum lebar.
“Selamat
datang Agus dan selamat bekerja.” Kata Ridwan dengan ramah sekali.
“Selanjutnya,
Dimas Anggara yang mana?”
“Saya
pak.” Jawab seorang laki-laki di sebelah Agus dengan menunjuk tangannya.
Laki-laki
yang bertubuh tinggi, memiliki mata yang indah dan lesung pipi di kedua pipinya
menurunkan tangannya.
Manager
Ridwan memandangi Dimas dengan ekspresi bertanya-tanya.
“Kamu
yakin, mau jadi OB disini?” Tanya Manager Ridwan.
“Ya
pasti pak, saya yakin. Memang kenapa pak?” Tanya Dimas balik.
“Oh
nggak apa-apa, cuma wajah kamu itu pantasnya jadi model disini.” Kata Manager
Ridwan sambil tertawa.
“Haha…
Bapak bisa aja.” Jawab Dimas dengan malu-malu.
“Baiklah
selamat bekerja. Selamat pagi.” Kata Manager Ridwan sambil tersenyum dan pergi
meninggalkan ruangan khusus tempat para OB di Maya’s Agency beristirahat.
Dimas
menyalami satu persatu OB lainnya sambil memperkenalkan dirinya. Kemudian salah
satu OB yang cukup bisa dikatakan senior membagikan tugas kepada kedua OB baru.
“Gue
Iwan, gue yang paling lama kerja di tempat ini. Kalau ada apa-apa lo berdua
bisa tanya ama gue. Dan sekarang tugas lo berdua adalah siapin minuman buat
semua karyawan dan taruh di meja mereka masing-masing. Ngerti?” Jelas Iwan
panjang lebar.
Kedua
OB baru itu menganggukan kepala tanda mengerti. Kemudian mereka membubarkan
diri untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing.
Dimas
masih berada di ruangan itu. Dia menghela nafas panjang sambil tersenyum
bahagia.
“Akhirnya
sampai juga di Jakarta.” Kata Dimas sambil melihat di sekelilingnya.
Kemudian
dia merogoh ponselnya dari dalam saku celananya, dan dia mulai mengetik sebuah
pesan singkat.
Bu,
aku sudah resmi bekerja di sini. Meskipun hanya jadi office boy, yang penting
halal. Dan juga waktu bekerjanya tidak ganggu jam kuliah malamku. Nanti aku
kabarin ibu lagi. Ibu dan anak-anak semua baik-baik disana ya. Salam, Dimas.
Setelah
mengirimkannya, Dimas memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Dan dia pergi
meninggalkan ruangan itu menuju ke dapur. Dimas berjalan sambil tersenyum
bahagia.
Di
tengah perjalanan, Dimas bertemu dengan beberapa wanita karyawan di Maya’s
Agency. Dan semua wanita yang melihat Dimas nampak terpesona akan ketampanan
karyawan baru itu.
“Siapa
tuh? Cakep banget.”
“Iya,
tapi kenapa pakaiannya OB?”
“Bodo
amat yang penting cakep.”
“Namanya
siapa ya?”
Beberapa
percakapan dari mereka terdengar oleh Dimas. Dimas merasa risih mendengar itu
semua. Kemudian dia menoleh pelan-pelan kearah mereka, dan memberikan senyuman
untuk menyapa mereka.
Tapi
yang terjadi adalah, wanita-wanita tadi semakin menggila karena mereka
mendapatkan senyuman manis dari Dimas.
Dimas
semakin kebingungan melihat itu semua dan dia memutuskan untuk segera pergi
dari sana. Lebih tepatnya menjauh dari banyak wanita disana.
---
“Gue laper.”
Endri segera menghampiri Yonna yang sekarang duduk di depan meja riasnya.
“Gimana,
Na? Mau makan apa? Gue pesenin.” Tanya Endri.
Yonna
menghela nafas dan kemudian duduk menyender di kursinya sambil berfikir apa
yang akan dia makan.
“Gue
pesenin pizza aja deh.” Kata Yonna.
“Ok. Gue
telpon bentar.” Kata Endri sambil kembali ke sofa tempat dia duduk tadi dan
mencari handphonenya.
Endri berhasil mencari handphonenya dan segera menekan tombol yang ada di
handphonenya.
Yonna
berdiri dari kursinya.
“Gue
keluar bentar.” Kata Yonna.
“Tapi,
Na. 10 menit lagi lo ada pemotretan.” Jelas Endri sambil masih memegangi
handphonenya.
“Gue
tahu. Gue cuma sebentar kok.” Kata Yonna sambil meninggalkan Endri.
Endri diam saja dan membiarkan kepergian Yonna.
Kemudian
Yonna keluar dari ruangan pribadinya. Yonna
memang memiliki fasilitas yang luar biasa di agencynya, karena prestasi yang
banyak dia capai. Yonna memiliki ruangan pribadi sendiri, dan memiliki manager
pribadi yang hanya khusus mengurusi urusannya saja.
Dalam
perjalanannya dia berpapasan dengan dua orang wanita yang sedang mengobrol. Sebenarnya
Yonna ingin melewatinya saja, tapi tidak bisa. Karena, yang mereka bahas adalah
Yonna.
Emang udah keterlaluan Yonna,
mentang-mentang Bokapnya dulu yang bikin ini agency, dia bisa seenaknya aja
merintah kita. Lagaknya sok banget. Lagian bokapnya kan udah mati, masih bisa
sok aja dia. Bu Maya aja juga nggak suka banget ama kelakuan dia. Coba aja Bu
Maya nggak inget sama kebaikan Bokapnya Yonna. Udah diusir mungkin Yonna
disini.
Mendengar
hal tersebut, langkah Yonna berhenti. Dadanya sesak. Telapak tangannya
menggenggam kuat-kuat. Dengan
sekuat tenaga, Yonna berusaha jalan melewati mereka berdua.
Dua orang tadi sadar akan kedatangan Yonna, dan mereka menjadi salah tingkah.
“Eh, Mbak Yonna. Mau kemana?” Tanya salah satu orang tadi menyapa Yonna.
Yonna berhenti dan memandang kedua orang tadi yang masih salah tingkah.
“Nggak usah sok care lo. Gue benci banget sama orang yang munafik.” Kata Yonna sambil pergi meninggalkan mereka berdua. Yonna memutuskan untuk kembali ke ruangannya.
Kedua orang tadi hanya diam saja. Sesaat setelah Yonna melintas, mereka memasang wajah geram.
---
“Gue
nggak mau!”
Endri
menghela nafas panjang mendengar jawaban yang keluar dari mulut Yonna. Wajahnya
menunjukkan kecemasan yang mendalam.
“Tapi
Na, lo harus ngelakuin. Kalau enggak…” Kata-kata Endri terpaksa harus di sela
oleh Yonna.
“Kalau
enggak kenapa? Gue harus bayar dendanya? Berapa sih? Gue bayar!” Jawab Yonna
dengan nada angkuh.
“Tapi
kali ini enggak, Na.” Kata Endri sambil menunduk lesu.
“Kalau
nggak itu apa lagi? Haa?” Tanya Yonna dengan nada tinggi.
Yonna
mengubah posisi duduknya agar menjadi senyaman mungkin, ketika duduk di sofa
kesayangannya yang berwarna merah itu. Kemudian Yonna melipat tangannya dan
memejamkan matanya.
“Bu
Maya bilang, kalau lo kali ini nggak mau, dia bakal majuin pesta pernikahan lo
di bulan ini.” Jawab Endri dengan hati-hati.
Endri
tahu betul bahwa Yonna sangat sensitif sekali ketika berbicara soal
pernikahannya dengan Dio, pria yang sama sekali tak dia cintai.
Mendengar
hal itu, Yonna langsung membuka matanya lebar-lebar. Dia mulai naik pitam.
Tak
banyak berkata, Yonna langsung bangkit dari sofanya dan melangkah pergi dengan
perasaan emosi yang tinggi.
“Na,
lo mau apa?” Endri pun tiba-tiba berdiri dan mencegah kepergian Yonna.
“Dia
siapa berani atur hidup gue? Haa?” Teriak Yonna dengan mata berkaca-kaca.
Yonna
berusaha melepaskan pegangan Endri dan berhasil. Sekarang Yonna keluar dari ruangan
pribadinya.
“Na…
Yonna…” Panggil Endri dengan sia-sia, karena Yonna tak menghiraukan panggilan
Endri.
Endri
hanya bisa menghela nafas kekhawatiran dan kesedihan.
“Kasihan
Yonna.” Gumamnya sendiri. Kemudian dia berjalan mengikuti kemana Yonna pergi. Sepertinya
dia mengetahui betul kemana tujuan Yonna sekarang.
---
Yonna
berjalan dengan cepat sambil memasang ekspresi marah yang teramat. Para
karyawan yang ada di sekitar sana, langsung menjadikan hal tersebut sebagai
bahan perbincangan.
Dan
sampailah Yonna di depan pintu yang bertuliskan “Welcome to Maya’s Agency”
Tanpa
basa-basi Yonna membuka pintunya tanpa mengetuk terlebih dahulu. Di dalam
ruangan terdapat beberapa orang yang sedang melakukan rapat, salah satunya
adalah Ibu Maya, pemilik Maya’s Agency.
“Rapat
kita lanjutkan nanti saja.” Kata Ibu Maya menyudahi pembicaraannya dengan
beberapa orang disana.
Dan
kini, tinggal Ibu Maya dan Yonna saja yang ada di ruangan itu, setelah semua
orang meninggalkan ruangan tersebut.
“Apa
kamu lupa bagaimana cara mengetuk pintu?” Tanya Ibu Maya yang masih duduk
dengan santai di sofa tamunya.
Yonna
tak menjawab dan sekarang dia berjalan pelan mendekati dimana Ibu Maya duduk.
Yonna memilih untuk tetap berdiri.
“Siapa
anda, berani mengatur kehidupan saya?” Tanya Yonna dengan suara seraknya akibat
meneteskan air mata.
“Mama
cuma pengen kamu tanda tangani kontrak dengan Perusahaan Emas dan selesai. Itu saja.”
Kata Ibu Maya dengan tenang.
“Mama?
Haha… Mama?” Kata Yonna dengan tawa sinis.
“Aku
nggak mau!” Lanjut Yonna dengan tegas.
Ibu
Maya menghela nafas pelan-pelan.
“Dio
tadi kesini dan membicarakan soal pernikahan kamu.” Kata Ibu Maya.
Yonna
menyunggingkan senyuman kecutnya. Dia tak percaya kata-kata itu akan keluar
lagi dan menyesakkan hatinya.
“Kalau
memang kamu sudah tidak ada kontrak dengan perusahaan manapun untuk dijadikan
modelnya, ok, lebih baik kamu menikah saja bulan ini.” Jelas Ibu Maya.
Yonna
melihat Ibu Maya yang begitu santai dengan tetesan air mata yang menurun
pelan-pelan di pipinya.
“Ada
beberapa hal yang anda harus tahu.” Kata Yonna terbata-bata.
“Pertama,
Yonna nggak merasa punya ibu seperti anda. Dan yang kedua, pernikahan Yonna
adalah urusan Yonna, bukan orang lain. Anda jelas?” Jelas Yonna sambil mengusap
air matanya yang sudah menetes terlalu banyak di wajahnya.
“Baik,
kalau begitu silahkan kamu tinggalkan agency ini dengan tangan kosong.” Ancam
Ibu Maya dengan senyuman yang licik.
Yonna
terbelalak melihatnya. Dia tak percaya dengan apa yang barusan dia dengar. Dia
tak pernah mendengar kata-kata seperti ini keluar dari mulut Ibu Maya.
“Kenapa
kamu diam aja? Kamu nggak bisa kan tanpa saya? Kamu masih tetap butuh pekerjaan
kamu dan uang pastinya. Karena kamu sudah nggak punya siapa-siapa lagi, selain
saya.” Kata Ibu Maya sambil berdiri menyeimbangi Yonna.
“Silahkan
pilih, pilih kontrak ini atau tinggalkan tempat ini?” Lanjut Ibu Maya.
Yonna
masih belum bisa menjawab. Dia hanya bisa meneteskan air matanya.
Ibu
Maya mengambil sebuah map berisi perjanjian-perjanjian yang harus
ditandatangani oleh Yonna. Ibu Maya menyodorkannya kepada Yonna.
“Bawa
ini dan cepat selesaikan pekerjaanmu dengan perusahaan ini.” Kata Ibu Maya.
Yonna
menerima perjanjian itu. Dia tertawa. Semakin keras tawanya. Dan semakin deras
pula air mata yang mengalir dari matanya.
“Hebat.
Papa emang nggak salah pilih istri yang hebat.” Kata Yonna masih dengan tawa
dan air mata.
Yonna
membawa perjanjian itu dan keluar dari ruangan itu.
Ibu
Maya melihat kepergian Yonna dengan tatapan yang serius.
---
Dimas
membawa sebuah nampan berisi gelas-gelas yang telah terisi dengan air teh. Dia sedikit
menundukkan kepalanya agar tak begitu melihat orang-orang di sekelilingnya.
Dimas
sangat merasa risih dengan sikap para wanita yang sedari tadi membicarakan
tentang dirinya.
Dimas
memutuskan berjalan semakin cepat, sambil terus mengawasi beberapa orang yang
dia dengar tengah membicarakan tentang dirinya.
Tiba-tiba
saja Dimas menabrak seorang wanita yang berpapasan dengan dia. Seluruh minuman
yang di pegang di nampannya telah tumpah ke pakaian wanita tersebut.
Dimas
terbelalak melihatnya. Dia melihat wajah wanita yang di tabraknya. Wanita itu
masih memandangi pakaiannya yang kotor dengan wajah nanar.
“Maaf…
Maaf saya nggak… Nggak sengaja.” Kata Dimas dengan ketakutan.
Wanita
itu mengangkat wajahnya dan melihat wajah Dimas.
Dimas
melihat wajah wanita itu penuh dengan air mata dan memerah. Dia semakin merasa
bersalah karena sudah membuat wanita didepannya menangis.
“Lo
punya mata nggak sih?” Teriak wanita itu dengan sangat kesal.
Dimas
kebingungan dan tak bisa menjawab apapun.
Orang-orang
yang berada disana langsung antusias melihat kejadian itu. Kerumunanpun tak
terhelakkan.
Dari
kejauhan Endri melihat kerumunan banyak orang. Kemudian dia berusaha untuk
menyelinap masuk ke dalam kerumunan dan dia kaget dengan apa yang dilihatnya.
“Yonna?”
Panggil Endri dengan keras.
Endri
langsung berlari mengahmpiri Yonna yang kini telah memakai pakaian basah.
Yonna
menoleh kearah Endri.
“Lo
bilang sama Maya, sebelum dia berani pecat gue, dia harus pecat orang ini dulu.”
Ucap Maya dengan suara lantang.
“Dan satu lagi, siapa nama lo?” Setelah mengatakan hal itu, Yonna melihat kearah name tag Dimas.
“Ok, gue inget bener nama lo. Saran gue, lo pulang aja sekarang dan siapin surat pengunduran diri lo. Ngerti!” Teriak Yonna sambil pergi meninggalkan tempat kejadian itu.
“Lain
kali hati-hati, mas” Kata Endri.
“Iya
mas, saya minta maaf.” Ucap Dimas.
Kemudian
Endri meninggalkan tempat itu juga.
Dimas berusaha membersihkan pecahan gelas yang berserakan di lantai.
Yonna jadi mau dipecat? Masak iya? Yang bener aja? Wah kantor bisa cerah dong tanpa Yonna. Moga aja bener ya.
Dimas mendengar banyak obrolan disekitarnya yang menyebut nama Yonna. Dia mengira, Yonna adalah wanita yang tadi ditabraknya.
Dimas berfikir, wanita tadi tak banyak yang suka. Sepertinya banyak orang mengharapkan kepergiannya.
Dimas segera membereskan pecahan gelasnya dan ingin pergi meninggalkan tempat itu.
Tapi dari balik sebuah pintu ada seseorang yang memanggilnya dan menyuruhnya masuk.
---
Yonna
berjalan cepat-cepat menuju keruangan pribadinya dengan keadaan pakaian masih
kotor dan basah. Sebenarnya Yonna sangat malu, karena banyak orang yang
melihatnya. Termasuk rivalnya, Siska, seorang model terkenal juga di
agency tersebut.
Siska nampak tersenyum geli melihat tingkah rivalnya seperti itu.
Yonna
tak peduli. Dia terus berjalan dengan wajah yang ingin menangis. Bukan
karena pakaiannya menjadi kotor, tapi karena hal lain. Tekanan
dari Maya yang membuatnya seperti ini. Yonna
ingin masuk keruangannya tapi tidak bisa karena pintu ruangannya itu terkunci.
Endri belum sampai disana. Dia belum bisa mengejar Yonna. Yonna mencoba membuka pintu itu dan hasilnya sia-sia. Hal itu semakin menambah emosinya.
Kemudian
dengan putus asa Yonna berlari menggunakan tangga darurat menuju ke lantai delapan, dan sekarang ini dia sudah sampai di atas atap kantornya.
Dia
berlari menuju ke pinggiran tembok pembatas. Dia
menangis disana. Dia menangis keras-keras.
Kemudian
mencoba mengusap kedua matanya tanpa peduli make up yang ada dimatanya akan
hancur.
Dia
masih menangis. Air
matanya kembali keluar lagi. Yonna
berusaha mengusap air matanya kembali, dan tak sengaja pandangannya berhenti
kearah samping kanannya.
Dia
berhenti menangis. Tapi ekspresinya masih sedih. Dia
masih terdiam.
Kini dia
benar-benar berhenti menangis. Matanya
terbelalak.
Kemudian
Yonna memalingkan wajahnya kearah kiri.
Dia masih kaget dengan apa yang dilihatnya.
Dia masih kaget dengan apa yang dilihatnya.
Next :
No comments:
Post a Comment