Sebuah cerpen insprasi dari artikel Vemale.com
Karya : Amanda Kiki
Tak semuanya yang bernama LDR itu indah.
Anda mengalami LDR sekarang ?
Bersyukurlah...
Karena kisah anda lebih indah dari kisah LDR yang satu ini.
LDR TAK SELAMANYA INDAH
Halo.
Gue mau
perkenalkan diri gue. Gue laki-laki usia 27 tahun. Gue sekarang bekerja di
salah satu bank swasta di Jakarta. Gue memang bukan asli dari Jakarta, tapi gue
kelahiran Surabaya. Gue pindah ke Jakarta sejak pertama kali kuliah dan sampai sekarang,
gue milih Jakarta sebagai bagian dari hidup gue.
Meskipun
gue belum begitu lama disini, tapi gue seneng banget, karena temen-temen gue
disini pada care semua sama gue. Mereka bilang gue adalah orang paling happy
dan orang paling kuat didunia. Padahal bagi gue biasa aja. Gue sama aja kayak
mereka semua. Entahlah, pemikiran orang berbeda-beda.
Oya, gue
punya seorang wanita yang gue sayangi, gue kasihi, gue cintai dan apapun
kata-kata yang bisa mengungkapkan betapa istimewanya dia bagi gue.
Namanya Indira
Pratiwi, seorang yang bisa dikatakan tinggi untuk ukuran seorang wanita.
Rambutnya pendek sebahu, tubuhnya kecil dan senyumnya sungguh manis. Dia temen
kampus gue dulu, dan kebetulan dia juga asli dari Surabaya yang merantau ke
Jakarta untuk kuliah. Tapi sayangnya, sebelum berhasil menyelesaikan study nya
disini, dia harus kembali ke asalnya.
Yaaa…
Hubungan gue dengan Indira adalah LDR alias Long Distance Relationship alias
lagi Hubungan Jarak Jauh.
Banyak
juga temen gue disini yang mengalami hubungan LDR. Senengnya melihat mereka
yang menumpuk rindu pada kekasihnya, dan ketika bisa bertemu seakan semua rindu
itu meledak bagaikan gunung merapi yang udah kebelet meletus. Gue juga seneng
waktu lihat temen cewek gue so sweet banget sama cowoknya ngobrol pakai webcam.
Tapi
sob, LDR tak selamanya indah. Sungguh gue nggak bohong. Seperti yang gue alami
sekarang ini. Gue memang bahagia mengenal sosok Indira dalam hidup gue, tapi
sekali lagi LDR versi gue tak seindah seperti LDR yang lain.
Gue
Gilang Pradana, dan ini kisah gue.
---
“Halo,
iya bu udah bangun, kalau belum bangun mana bisa angkat telepon ibu? Iya ini
mau bikin nasi goreng. Masih jam 6 bu, tenang aja nggak akan telat. Tapi Gilang
bisa jadi telat beneran kalau ibu terus telepon Gilang. Ok, Gilang tutup ya bu.
Bye muah.”
Gilang
menutup pembicaraan dengan ibunya dan menaruh handphonenya di meja dan menuju
ke Dapur untuk membuat nasi goreng.
Gilang
tinggal sendirian di rumah yang dia kontrak sudah selama 3 tahun ini. Biasanya,
rumahnya itu sebagai tujuan temannya untuk menumpang tidur sehari atau dua hari
ketika mereka belum bisa membayar uang kos-kosan atau karena mereka kabur dari
rumah.
Gilang
selesai membuat nasi goreng dan segera menaruh di meja makan dan duduk
didepannya. Dia segera menyantap nasi goreng buatannya itu.
Tak jauh
dari sana, ada sebuah laptop berwarna silver sedang terbuka. Di dalam
laptopnya, ada seorang wanita yang sedang mengamati jam tangannya. Wanita itu
bergerak. Dia menaruh tangannya dan sekarang posisi wanita itu sedang memangku kepalanya
dengan kedua tangannya.
“Pagi,
sayang” Sapa wanita itu dengan senyuman dan dengan lembut.
“Kayaknya
kamu nggak capek ngehitungin aktifitasku.” Kata Gilang sambil terus memakan
makanannya.
“Kamu
pasti belum jawab sapaan aku. Pagi sayangggggg” Kata wanita itu dengan muka
sebel.
“Pagi
Indiraku sayangggg” Jawab Gilang dengan senyuman.
Indira
yang tadinya cemberut kini berubah menjadi tersenyum.
“Jadi,
Ibu telepon lagi?” Tanya Indira.
Gilang
tak menjawab, dia melanjutkan makannya.
“Hahaha,
dasar anak mama tapi nggak mau ngaku.” Lanjut Indira.
“Makan
apa? Nasi goreng lagi? Hmm?” Tanya Indira.
“Iya,
aku cumanya bisa bikin ini.” Jawab Gilang.
“Seandainya
aku disana, aku pasti bakal masakin buat kamu.” Kata Indira dengan tersenyum.
Gilang
berhenti makan. Gilang melihat kearah laptopnya.
Indira
masih tersenyum padanya.
“Aku
kangen kamu.” Kata Indira dengan mata berkaca-kaca.
Melihat
hal itu, mata Gilang ikut berkaca-kaca.
“Aku
juga kangen kamu. Banget.” Jawab Gilang dengan suara berat tapi dia memaksakan untuk
tersenyum.
Indira
masih tersenyum.
“Ntar
kencan ya? Aku tutup dulu laptopnya, ntar kita ngobrol lagi. Kamu baik-baik ya
disana.” Kata Gilang.
Indira
masih tersenyum.
Gilang
segera menutup laptopnya.
Dia
menghela nafas panjang.
“Kasihan
laptop gue, gue yang LDR tapi dia yang harus berkorban banyak demi gue bisa
komunikasi sama Indira.” Desah Gilang.
“Ohh,
beratnya LDR.” Desahnya lagi sambil mengambil piring bekasnya dan membawanya
didapur.
---
Gilang
sudah tiba disebuah café bernama Natural. Dia masuk café itu sendirian sambil
membawa tas ransel berwarna hitam.
Gilang
Nampak berpakaian rapi dan terlihat tampan. Dia masuk ke café itu dengan
percaya diri.
Seorang
laki-laki menyapanya, dia Hendra, teman sekantor Gilang yang membuka café ini
sebagai sampingan.
“Halo
sob, tempat biasanya masih kosong.” Kata temannya itu.
“Ok,
thank you.” Kata Gilang sambil menepuk bahu temannya dan segera menuju tempat
yang dia pilih.
Tempat
yang Gilang pilih memang sedikit jauh dari keramaian pengunjung. Gilang melepas
tas ranselnya dan membuka tasnya dan mengambil laptop silvernya. Dia menaruh
laptop itu dimeja, dan membukanya.
“Sob,
minuman kesukaan lo nih.” Kata temannya sambil menyerahkan sebuah Ice Cappucino
dan diletakkannya di dekat laptop.
“Mau
webcam’an lagi, sob?” Tanya Hendra.
“Iya
nih.” Jawab Gilang dengan senyum tipis.
Hendra
terdiam.
“Lo
webcam’an sama cewek baru kan?” Tanya Hendra.
Gilang
tak menjawabnya. Dia masih sibuk
mengutak-atik laptopnya.
Hendra
hanya bisa menghela nafas panjang.
“Lo
harus bisa move on, sob.” Kata Hendra sambil menepuk bahu Gilang pelan-pelan
dan pergi meninggalkan Gilang sendirian bersama dengan laptop kesayangannya.
Gilang
diam saja. Dia tak menghiraukan kata-kata temannya itu.
Tak lama
muncullah wajah Indira disana.
Indira
sedang memakai sebuah dress berwarna ungu terong. Hari ini Indira sangat cantik
sekali dengan dandanannya yang natural.
“Kamu
pasti lagi di café temen kamu yang bawel itu?” Tanya Indira.
Gilang
hanya tersenyum saja.
“Kamu
juga sih, udah tahu temen kamu gitu, tapi masih terus milih tempat ini.” Lanjut
Indira dengan wajah yang prihatin.
“Café mama
lagi sepi nih.” Lanjut Indira. Kemudian Indira mengambil sebuah gelas berisi
minuman.
“Cheers”
Kata Indira sambil mengacungkan gelasnya.
Gilang
tersenyum. Kemudian dia mengambil gelasnya dan mengacungkan pada Indira.
Mereka
meminum minuman mereka bersama-sama.
“Sayang
kamu.” Kata Indira sesudah meminum minumannya.
Gilang
terdiam tapi masih tersenyum tipis.
“Sayang
kamu juga.” Jawab Gilang sambil tak terasa meneteskan air mata.
Indira
terdiam. Indira memasang wajah sedih.
“Aku
tahu, setiap kamu dateng ke café ini, pasti temen kamu buat sedih. Besok lagi,
jangan ke café ini ya.” Kata Indira dengan lembut.
Gilang
mengusap air matanya dan dia tersenyum pada Indira sambil menganggukan kepala.
Indira
kembali tersenyum tipis.
---
“Sayang
sebenarnya aku nggak suka nonton bola.” Ucap Indira dengan wajah cemberut dan
melipat tangannya didada.
“Kalau
nggak suka, kenapa pakai baju MU yang aku kasih ke kamu?” Goda Gilang sambil
tertawa.
“Aku
pakai baju ini karena aku sayang kamu, coba aja aku nggak sayang sama kamu.
Pasti udah aku loakin ini baju.” Kata Indira dengan jutek.
“Jangan
gitu, belinya susah payah tuh.” Kata Gilang sambil mengusap layar laptopnya
yang sedikit kotor.
Gilang
sudah sampai disebuah café yang menyelenggarakan nonton bareng pertandingan
sepak bola Manchester United melawan Chelsea. Nampak banyak sekali orang-orang
disana yang berminat untuk nobar bersama.
“Nanti
kalau goal aku harus gimana? Bilang yeeee gitu?” Tanya Indira dengan polosnya.
Gilang
tersenyum melihat pacarnya yang polos itu.
“Udah
diem aja.” Kata Gilang sambil sekali-kali melihat pertandingannya dan
sekali-kali melihat kearah laptopnya.
“Jadi
aku harus teriak gitu?” Kata Indira kemudian dia memperagakan teriakan kemenangannya.
Gilang
tertawa melihat tingkah laku pacarnya itu.
Kemudian
Gilang melihat kearah layar besar di depan, dan saat itu hampir saja goal.
Gilang Nampak histeris seperti yang lain, mencoba mengarahkan sang pemain untuk
bisa menang. Dan, goal.
Gilang
dan semua yang ada disitu berteriak kegirangan. Indira yang dari jauhpun juga
belum berhenti untuk berteriak.
“Aku
berharap goal meskipun aku nggak tau apa-apa. Yeeee!” Ungkap Indira dengan
berteriak-teriak.
“Udah
goal, sayang.” Teriak Gilang sambil tertawa bahagia.
Dia
bahagia menyaksikan team kesayangannya mencetak goal dan bahagia ditemani oleh
sang kekasih menonton pertandingan meskipun hanya lewat perantaraan laptop.
Tawa
Gilang mulai meredup perlahan-lahan. Kini hilang sudah tawa Gilang.
Gilang menundukkan
kepala sebentar dan kembali melihat kearah pertandingan.
---
“Sudah
dapat bangku kosong?” Tanya Indira.
“Yaps.”
Jawab Gilang sambil mengatur posisi duduknya dengan nyaman di bangku taman.
Gilang
dan Indira sudah membuat janji untuk makan ice cream di taman masing-masing.
Meskipun mereka berada di tempat yang berbeda, tak menyurutkan niat mereka
untuk melakukan suatu hal yang indah seperti layaknya kekasih yang menjalani
hubungan normal.
“Coba
aku tebak, pasti cokelat lagi?” Kata Indira yang terlihat di taman juga sambil
memangku laptopnya dan memegang sebuah ice cream di tangan kanannya.
“Yee,
salah! Ini ice cream rasa stroberi.” Kata Gilang sambil mencicipi ice creamnya
yang sedari tadi dia pegang.
“Cuaca
cerah banget ya, sayang?” Tanya Indira.
“Iya, di
tempat kamu kayaknya juga cerah banget.” Jawab Gilang.
“Mau
coba ice cream ku?” Tanya Indira dengan ceria.
“Nggak.
Rasa ice cream kita sama, sayang.” Jawab Gilang sambil terus memakan ice
creamnya.
“Aku
pengen suapin ice cream ini ke kamu, tapi…” Tiba-tiba kata-kata Indira
terhentikan oleh air mata yang turun.
Gilang
melihatnya serasa ingin meneteskan air mata juga.
“Udah
ya, aku tutup dulu. Bye. I love you.” Kata Indira dengan tergesa-gesa.
Kemudian
wajah cantik Indira menghilang dari laptop kesayangan Gilang.
Gilang
ingin menangis waktu itu. Tapi dia menoleh ke arah kiri dan kanan, banyak
sekali orang disana. Dia malu untuk meluapkan emosinya itu. Dia berusaha
menahannya.
Dia
membuang ice creamnya ke tempat sampah di sebelah bangkunya dan mengemasi laptopnya
lalu pergi dari sana.
---
20
Desember 2013
Gilang
berada di kamarnya yang dicat berwarna putih semi abu-abu. Sepertinya, Gilang
sangat menyukai warna silver.
Gilang
merebahkan tubuhnya di kasur dengan posisi tengkurap dan membuka laptopnya.
Kemudian
tak lama, muncullah wajah Indira.
Indira
sekarang berada di meja makannya. Dan didepan Indira sudah ada sebuah kue tart black
forest dengan sebuah lilin disana.
“Happy
birthday to you, Happy birthday to you, Happy birthday Happy birthday, Happy
birthday, Gilang.” Indira menyelesaikan lagu selamat ulang tahun dalam bahasa
inggris dengan senyuman.
“Selamat
ulang tahun, sayang. Wish you all the best. Semoga, kamu tambah yang baik-baik
dan hidup dengan baik meskipun aku jauh dari kamu.” Kata Indira dengan senyum
tipis.
Gilang
masih terdiam tanpa mengatakan apapun. Ekspresinya sangat datar sekali.
“Make a
wish, sayang. Ayo buruan.” Kata Indira.
Kemudian
tanpa berbicara apapun, Gilang memejamkan matanya sembari tersenyum kecil.
“Tapi,
jangan minta aku ada disisi kamu. Kamu harus minta yang lain. Karena
sepertinya, Tuhan nggak bisa mengabulkan doa kamu yang itu.” Kata Indira dengan
mata berkaca-kaca.
Gilang
membuka matanya.
“Kalau
kamu ngelarang aku minta itu, aku nggak jadi minta apa-apa. Karena aku nggak
punya sesuatu yang aku minta selain itu.” Jawab Gilang dengan suara berat.
Indira
terdiam karena air matanya sudah menetes dari kedua matanya, yang sudah dia
tahan sejak tadi.
Indira
mencoba tersenyum dengan keadaan menangis seperti itu.
“Ayo
sayang, tiup lilinnya.” Kata Indira.
“Satu…
Dua… Tiga…” Lanjut Indira.
Kemudian
Indira dan Gilang bersama-sama meniup lilin itu dan matilah api di lilin itu.
Mereka
berdua saling memandang satu sama lain.
Indira
masih menangis. Dia berusaha mengusap air matanya dengan telapak tangannya.
Gilang
menutup mukanya karena tak sanggup melihat tangis Indira.
“Maafin
aku. Aku buat kamu jadi sedih.” Kata Indira dengan nada terbata-bata.
“Aku cuma
pengen mengingatkan kamu di setiap hari ulang tahunmu, untuk kamu bisa move
on.” Lanjut Indira.
Gilang
segera menutup laptopnya langsung seketika begitu saja.
Gilang
menangis.
---
Gilang
berjalan di sebuah gereja. Bangku gereja yang sudah tertata rapi itu nampak
kosong. Tak ada satu orang pun disana, kecuali Gilang yang masih berjalan
menuju ke bangku paling depan.
Gilang
memakai setelan jas warna hitam dengan rapi. Gilang terus menuju kedepan.
Di
bangku paling depan sudah ada laptopnya yang telah terbuka dan disana Nampak
Indira dengan wajah pucatnya menggunakan sebuah gaun pengantin, dan sebuah kerudung
berwarna putih di kepalanya.
Gilang
menghampiri laptopnya dan duduk didepan laptopnya.
Indira
Nampak begitu pucat sekali. Matanya sembab bekas mengeluarkan air mata.
Hidungnya pun masih kemerehan menandakan dia sudah menangis sebelumnya.
“Maafin
aku.” Kata Indira dengan menangis.
Gilang
pun memilih menangis juga seperti Indira.
Gilang
berusaha membungkam mulutnya agar tangisnya tak mengeluarkan suara, namun
sia-sia. Tangisnya kini semakin terisak, menandakan betapa sakit hatinya saat
ini.
Kemudian,
wajah Indira menghilang dari laptop kesayangannya.
Gilang
mengulurkan tangannya kedepan, pelan-pelan menuju ke sebuah tombol yang ada di
samping kanan laptopnya. Ketika sebuah tombol ditekan, menyalalah lampu
pendandanya yang berwarna kuning itu sebanyak tiga kali dan keluarlah tempat
dvd dengan sebuah CD didalamnya.
Gilang
mengambil CD berwarna putih yang bertuliskan “Move On Gilang”itu, dan
memasukkan nya ke dalam sebuah tas yang penuh dengan CD berwarna putih lengkap
dengan keterangannya seperti Cd yang dia pegang sekarang.
Gilang
menata kembali CD-CD tersebut yang nampak berantakan dengan air mata yang masih
menetes.
Mulai
dari CD yang tertulis tangan dengan kata-kata “Nemenin Makan Pagi”
Gilang
mengambil piring makannya dan mengembalikannya ke dapur. Kemudian dia kembali
sebentar ke meja makannya, memegang laptopnya dan mengeluarkan sebuah CD
bertuliskan “Nemenin Makan Pagi”.
Kemudian
Gilang menaruh CD tersebut di sebuah tas dengan CD-CD yang lain.
Kemudian
ada CD dengan keterangan “Kencan”
Gilang
memasukan laptopnya dan segera meninggalkan tempat duduknya.
Kemudian,
Hendra menahan Gilang sebentar.
“Lo
harus buang CD-CD itu, Lang! Lama-lama lo bisa gila tau nggak!” Ungkap Hendra
dengan muka serius.
Gilang
terdiam tanpa memandang Hendra sedikitpun.
“Ini
satu-satunya cara gue untuk mengobati rasa rindu gue ke Indira. Tolong hargai
itu.” Kata Gilang dengan nada dingin.
“Lang,
kalau cara lo seperti ini terus, gue jamin Indira disana juga nggak bakal
tenang.” Kata Hendra dengan sedikit emosi.
“Lo jaga
omongan lo! Gue bisa urusin diri gue sendiri!” Bentak Gilang.
“Lo
sadar nggak, lo udah buang-buang waktu lo selama 4 tahun ini, Lang. Lo tuh! Ah
bener-bener gila lo.” Kata Hendra dengan sedikit putus asa.
“Gue
pergi dulu.” Kata Gilang dengan tenang sambil pergi meninggalkan café itu.
Hendra
menghela nafas panjang. Dia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil
melihat kepergian Gilang.
Disusul
dengan menata CD-CD lainnya dan juga ada CD bertuliskan “Makan Ice Cream”
Gilang
membuang ice creamnya dan mengambil CD yang ada di laptopnya. Dia memasukkan
laptopnya ke tas ranselnya, dan memasukkan CD tersebut kedalam tempatnya.
Terdengar,
disebelah bangku tempat Gilang duduk berbisik-bisik.
"Ya ampun gue kira webcam sama
ceweknya, ternyata Cuma rekaman dan dia ngomong-ngomong sendiri. Iya, gue pikir
so sweet banget ni orang, ternyata nggak. Gila ni orang."
Gilang
mendengarnya.
Dia
berdiri meninggalkan bangku itu dengan senyum getir.
Gilang
pergi meninggalkan taman itu.
Dan yang
terakhir, adalah CD bertuliskan “Happy Birthday Gilang”
Gilang
menutup laptopnya dan membuat tubuhnya kini dalam posisi terlentang.
Dia
membuat kedua tangannya sebagai tumpuan kepalanya.
Gilang
masih terdiam tak bersuara.
“Hai,
Indira. Usia gue sekarang 27 tahun. Waktu terus berjalan dengan cepat, sayang.
Aku janji, diusia yang ke 27 tahun ini, aku mau move on dan membuat kamu tenang
disana.” Kata Gilang dengan lirih.
Kemudian
dia memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur meskipun sulit.
Kemudian
CD terakhir yang bertuliskan “Move On Gilang” diselipkan di urutan paling
belakang.
Kini
Gilang pergi meninggalkan gereja itu dengan sebuah tas ransel di belakang
punggungnya dan menenteng sebuah tas penuh dengan CD-CD.
Gilang
sekarang telah berada di depan café milik Hendra, temannya.
Hendra
melihat Gilang dari dalam kaca cafenya, dan dia keluar menghampiri temannya
itu.
“Ngapain
lo?” Tanya Hendra.
Gilang
tak menjawabnya. Dia menyerahkan sebuah tas yang dia tenteng sedari tadi kepada
Hendra.
Hendra
menerima tas itu dengan kebingungan. Kemudian, Hendra membuka tas itu dan
mengetahui isi dari tas itu adalah kumpulan CD-CD.
“Maksud
lo gimana ni?” Tanya Hendra dengan mengacungkan tas tersebut kehadapan Gilang.
“Tolong
lo simpen ini, tapi jangan lo buang. Gue takut kalau suatu saat gue masih perlu
ngelihat wajahnya Indira.” Kata Gilang dengan lemas.
Hendra
kelabakan melihat Gilang.
“Lo
serius mau lupain Indira?” Tanya Hendra sekali lagi.
Gilang
menganggukan kepalanya dengan pelan.
Hendra
maju lebih dekat pada teman dekatnya itu, dan menepuk pundak Gilang
pelan-pelan.
“Ini
semua demi kebaikan lo. Gue yakin, Indira disana udah damai, sob.” Kata Hendra
dengan senyuman.
Gilangpun
tersenyum.
Kala itu
angin sepoi-sepoi membawa daun-daunan yang gugur di bawah pergi berterbangan
kepada kisah masa lalu.
---
4 Tahun
yang lalu.
Gilang
berjalan terburu-buru memasuki sebuah rumah yang pelatarannya sudah dipasang
sebuah tenda dan penuh dengan kursi-kursi berwarna merah. Beberapa karangan
bunga ikut berjejer seakan-akan menjadi hiasan di rumah yang nampak penuh
dengan kedukacitaan.
Langkah
Gilang sedikit gontai ketika dia sudah berhasil memasuki pelataran tersebut.
Langkahnya
kini diperlambat karena dia sudah memasuki ruang tamu rumah tersebut.
Wajah
Gilang kusam, penuh dengan keringat bercampur dengan air mata.
Dia
melewati orang-orang disana yang mayoritas memakai pakaian berwarna gelap.
Gilang
mendekati sebuah peti yang ditaruh di atas sebuah meja yang ditata memanjang
untuk menopang peti tersebut.
Didepan
peti tersebut, ada sebuah papan nama dan sebuah foto yang tak asing bagi
Gilang.
Gilang
semakin mendekat dan dekat. Dia telah berada disamping peti tersebut dan
melihat tubuh Indira telah lemah tak bernyawa di dalam peti tersebut.
Gilang
menopang tubuhnya dengan peti itu dan menangis keras disana. Dia tak mengatakan
sepatah kata apapun dan hanya bisa menangis.
Ibu
Indira dan beberapa orang temannya yang menyaksikan hal itu, menjadi terenyuh
dan tak kuasa menahan tangis.
“Siapa
itu, mbak?” Tanya salah satu teman ibunya.
“Pacarnya
Indira dari Jakarta.” Jawab Ibu Indira sambil mengusap air matanya.
Adik
Indira, Septia, menghampiri Gilang dan memegang pundak Gilang.
“Mas
Gilang.”
Merasa
ada yang memegangnya dan memanggilnya, Gilang menoleh kearah orang tersebut.
Mata
Gilang kini memerah. Pipinya memerah dan dia masih menangis terisak-isak.
“Ada
titipan dari Mbak Dira, kata Mbak Dira kalau dia sudah nggak ada suruh kasih
ini buat Mas.” Kata Septia sambil menyerahkan sebuah tas berwarna silver.
“Sabar
mas ya, keluarga disini juga mencoba untuk sabar dan ikhlas.” Kata Septia
menenangkan kemudian meninggalkan Gilang yang masih menangis sambil menerima
tas itu.
Gilang
memeluk tas tersebut erat-erat sambil terus menitikkan air matanya.
“Indi..ra..
terus gue gimana?” Ucapnya lirih sambil terus menangisi kepergian sang kekasih
untuk selamanya.
---
“Ma,
handycamku mana?” Tanya Indira.
“Di
kamarnya Septia, kemarin dia pinjam sebentar.” Kata Ibu Indira.
Kemudian
Indira pergi ke kamar Septia dan menemukan handycamnya. Dia begitu semangat
ketika menemukan handycamnya, dan segera meninggalkan kamar Septia.
“Ma, aku
ke taman sebentar.” Teriak Indira.
“Jangan
lama-lama, Ra. Sebentar lagi dr.Beni mau dateng.” Teriak Ibunya yang sekarang
berada di dapur.
“Ok.”
Jawab Indira sambil pergi meninggalkan rumahnya.
Indira
berjalan ke area perumahannya. Di sekitar rumahnya, ada sebuah taman kecil yang
begitu asri karena banyak pepohonan besar disana.
Indira
menemukan sebuah pedagang ice cream yang dikerumuni oleh beberapa anak kecil di
dekat taman tersebut.
Indira
berjalan girang melihatnya.
“Pak,
saya rasa stroberi satu ya.” Kata Indira dengan senyuman.
Bapak
penjual tersebut melayani Indira dengan senyuman pula.
“Ini
mbak.” Kata penjual tersbeut sambil menyerahkan ice cream berwarna merah muda
tersebut.
“Makasih
pak.” Ucap Indira sambil berjalan menuju ke taman.
Ada
sebuah bangku disana yang masih kosong. Indira duduk disana.
Dia
menyalakan handycamnya dan mengarahkan kewajahnya.
Dia
berdeham sebentar dan menenangkan hatinya kemudian dia menekan tombol start.
“Hai
sayang, udah dapet bangku kosong?” Kata Indira.
Kemudian
Indira berhenti sejenak.
“Coba
aku tebak, pasti cokelat lagi.”
Dia
berhenti kembali.
“Cuaca
cerah banget yang sayang.”
Dia
berhenti.
“Kamu
mau coba punyaku?”
Dia
berhenti.
“Aku
pengen suapin ice cream ini ke kamu, tapi…” kemudian Indira tak sanggup
melanjutkan kata-katanya karena air mata yang tiba-tiba menetes dipipinya.
“Udah ya, aku tutup dulu. Bye. I love you”
Kata Indira dengan cepat dan segera menekan tombol stop di handycamnya.
Handycam
tersebut masih dia pegang mengarah ke wajahnya meskipun tombol stop telah
ditekan.
Indira
menangis dengan terisak ditaman itu, sendirian.
---
“CD nya
udah jadi semua mbak.” Kata Septia sambil menyerahkan tumpukkan CD kepada
Indira.
“Ok
thank you.” Kata Indira sambil mengambil CD itu.
Kemudian
Indira membawanya ke dekat TV dan DVDnya. Dia mulai melihat satu persatu CD
tersebut dan memberikan keterangan sesuai video tersebut.
“Oh ini
yang di café mama. Tulisnyaaaa, Ken..Can..” Kata Indira sambil menulis dengan
spidol di CD tersebut.
“Trus
yang ini waktu nonton Bola. Yaya, non..ton.. bo..la..” Ucapnya sambil mengeja
tiap tulisan yang dia tulis di CD.
“Mbak
kurang kerjaan deh.” Celetuk Septia.
Indira
berhenti melakukan aktifitasnya. Kemudian dia menoleh kearah Septia.
“Ini
buat nemenin dia, ketika Mbak nggak ada disamping dia. Kita sudah mengalami
hubungan jarak jauh sekitar hampir satu tahun ini setelah mbak di vonis kena kanker ini dan harus pulang ke Surabaya. Biasanya mbak nemenin dia
ngobrol pake webcam, tapi sekarang mana bisa ketika mbak sudah nggak ada?
Kasihan dia nanti nggak ada yang nemenin.” Kata Indira dengan senyum tipis.
“Mbak
jangan ngomong gitu. Mbak tu bakal panjang umur.” Ucap Septia dengan nada
tinggi.
Indira
tersenyum menanggapinya.
Indira
telah selesai menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian dia menghampiri adiknya dan
menyerahkan tumpukan CD tersebut.
“Tolong
belikan tas warna silver, trus kamu taruh CD ini ke tas itu. Kamu tempatin CD
ini ke tas itu ya. Kasihkan ke Gilang kalau aku sudah nggak ada nanti.” Ucap
Indira sambil meninggalkan adiknya.
Septia
sedih mendengar ucapan kakaknya yang sangat pesimis.
---
“Mbak,
gaun yang aku pesen udah aku taruh kamar mbak.” Kata septia.
“Iya,
makasih. Aku minta waktu setengah jam ke kamar dulu sebelum aku ke rumah
sakit.” Kata Indira.
Septia
hanya menganggukan kepala dan membiarkan Indira sendiri.
Indira
masuk kedalam kamarnya.
Disana,
sudah ada sebuah tiang penyangga lengkap dengan handycam yang sudah siap pakai.
Ada juga
sebuah gaun pengantin berwarna putih tergeletak di tempat tidur Indira.
Indira
berjalan dengan tertatih untuk mengambil gaun tersebut dan memakainya.
Dia juga
mengambil sebuah kain polos berwarna putih untuk menutupi kepalanya.
Setelah
gaun itu dipakai, dia berjalan mendekati handycamnya dan menyalakan tombol
start.
Kemudian
dia duduk menghadap ke handycamnya.
“Hai,
Gilang. Gimana kabarmu?” Aku berharap kamu baik-baik aja.” Ucap Indira dengan
suara berat.
Wajah
Indira tampak sangat pucat dan tubuhnya berubah menjadi sangat kurus.
“Kalau
kamu sudah lihat video ini, mungkin aku sudah nggak ada di dunia ini.”
Indira
mulai menitikkan air mata.
“Sebenarnya,
aku nggak pengen ngelakuin operasi ini, karena kata dokter kemungkinan
berhasilnya Cuma 10% aja. Kalaupun aku selamat dari operasi ini, itupun juga
nggak akan bertahan lama. Aku mikir, ini Cuma buang-buang duit aja. Aku kasihan
sama mama yang single parent harus membayar biaya sebanyak ini buat operasi
yang sia-sia.”
Indira
mulai terisak.
“Tapi,
mama, Septia, dan kamu yang maksa aku buat melakukan ini semua. Meskipun aku
tahu ini sia-sia, tapi demi kalian yang ingin aku tetap bertahan di dunia ini,
aku akan lakuin semuanya. Sekali lagi demi kalian yang aku sayangi.”
Ditengah
tangisnya yang semakin deras, Indira mencoba untuk tersenyum.
“Lihat.
Ini gaun yang pengen aku pakai ketika nikah sama kamu nanti. Tapi kenapa bahkan
Tuhan nggak kasih kesempatan buat aku pakai gaun ini dihadapan kamu?”
“Maaf
aku harus tutupin kepala aku dengan kain ini, karena aku malu sama kamu. Aku
bukan Indiramu yang cantik seperti dulu. Aku sekarang Indira yang kayak
monster, mengerikan dan botak! Sebenarnya aku malu sama kamu.”
“Oya,
aku titipkan ke adikku, CD-CD yang udah aku rekam buat nemenin aktifitas kamu.
Aku sudah tulis semuanya disana keterangan-keterangannya. Kamu bisa pakai
ketika kamu mau.”
“Maafin
aku.”
“Sepertinya
kita harus LDR dulu. LDR yang entah sampai kapan berakhirnya. LDR yang
memisahkan jarak yang sangat jauh banget. LDR dimana kita berada di tempat yang
berbeda. Kamu mau kan?”
“Tapi
aku berharap, kita nggak akan lama-lama LDRnya. Karena aku pengen kamu bisa
move on dari aku nantinya.”
“Kamu
harus janji sama aku. Ketika di hari ulang tahunmu yang ke 27 tahun. Kamu harus
buang CD-CD ini dan hiduplah dengan membuka lembaran baru. Karena aku rasa 4
tahun sudah cukup buat kita LDR’an antara surga dan dunia.”
“Makasih
sayang buat selama ini. Aku minta maaf kalau ada salah sama kamu. Maaf aku
nggak bisa disamping kamu. Maaf aku nggak bisa peluk kamu ketika kamu sedih.
Maaf nggak bisa bikini kamu sarapan, jadinya kamu makan nasi goreng terus.
Maaf… Maaf Gilang.. Maaf..”
“Jaga
dirimu baik-baik.”
“Aku
cinta kamu”
“Selamat
tinggal, sayang.”
“Selamat
tinggal, Gilang.”
Indira
berjalan kearah handycam nya dan mematikannya.
Dia
kembali berjalan ke tempat tidurnya dan mengganti pakaiannya.
“Mbak, ayo
buruan.” Tegur Septia dari balik pintu kamar Indira.
Indira
berjalan dan melepas handycamnya. Kemudian dia membuka pintunya dan menyerahkan
handycam itu kepada Septia.
“Tolong
kamu pindahkan video ini ke CD kosong dan taruh di kumpulan CD yang kemarin mbak
kasih ke kamu.” Kata Indira dengan lemas.
Kemudian
Indira berjalan sambil berpegangan pada dinding di rumahnya.
“Mbak.”
Panggil Septia
“Ini mau
dikasih keterangan apa?” Tanya Septia.
Indira
berhenti dan menoleh kearah Septia.
“Tulis
aja… MOVE ON GILANG.”
Kemudian
Indira kembali menghadap ke depan dan berjalan keluar rumah. Wajahnya yang
pucat itu masih memancarkan sedikit senyuman kecil. Dalam hatinya berkata, maafkan
aku, Gilang.
- The End -
http://ceritalegenda99.blogspot.com/2017/06/pemuda-22-tahun-dikira-hamil-besar.html
ReplyDeleteInilah Saatnya Menang Bersama Legenda QQ
Situs Impian Para pecinta dan peminat Taruhan Online !!!
Hanya Dengan 1 id bisa main 7 games boss !!!
CAPSA SUSUN | PLAY POKER | BANDAR POKER | BandarQ | Domino99 | AduQ | SAKONG Terbaik
Keunggulan Legenda QQ :
- MINIMAL DEPO & WD 20.000
- PROSES DEPO & WD TERCEPAT
- KARTU-KARTU BERKUALITAS DISAJIKAN
- CS RAMAH & INSPIRATIF SIAP MEMBANTU 24 JAM
- TIPS & TRIK MENJADI KEUNGGULAN SITUS INI
Tunggu apalagi Boss !!! langsung daftarkan diri anda di Legenda QQ
Bagaimana cara mendaftar? SIMPEL boss !!!
cukup kunjungi kami Legenda QQ
klik daftar dan daftarkan diri anda
atau bisa juga melalui live chat dan cs kami akan membantu anda 24jam bos!!
Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama kami!!
Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar" nya!!
Contact Us :
+ website : legendaqq.com
+ Facebook : @Legendakiukiu
+ Skype : Legenda QQ
+ BBM : 2AE190C9
http://beritadomino2o6.blogspot.com/2017/07/kecanduan-menciumi-pakaian-dalam-wanita.html
ReplyDeletehttp://detik206.blogspot.com/2017/06/sering-di-hooh-oleh-pacar-ibu-siswi-sd.html
http://detik206.blogspot.com/2017/07/kemesraan-pengantin-baru-nenek-rohaya.html
HALLO BOSS YUK DAFTARKAN SEGERA DI DOMINO206.COM JUDI ONLINE TEPERCAYA & AMAN 100% !
SANGAT MUDAH MERAIH KEMENANGAN TUNGGU APALAGI AYO BURUAN DAFTARKAN BOSS ^_^
UNTUK PIN BBM KAMI : 2BE3D683/WA(+855 8748 0626) SILAHKAN DIADD YA:-)
DOMINO206.COM MENYEDIAKAN 7 PERMAINAN
- ADUR-Q
- DOMINO99
- BANDAR-Q
- POKER
- BANDAR POKER
- SAKONG
- CAPSA SUSUN
UNTUK BANK KAMI : BCA-BRI-BNI-DANAMON-MANDIRI
KAMI TUNGGU KEHADIRAN BOSS YA^^