Menu

Monday, December 2, 2013

[Cerpen] LDR Tak Selamanya Indah

Sebuah cerpen insprasi dari artikel Vemale.com
Karya : Amanda Kiki

Tak semuanya yang bernama LDR itu indah.
Anda mengalami LDR sekarang ?
Bersyukurlah...
Karena kisah anda lebih indah dari kisah LDR yang satu ini.


LDR TAK SELAMANYA INDAH

Halo.
Gue mau perkenalkan diri gue. Gue laki-laki usia 27 tahun. Gue sekarang bekerja di salah satu bank swasta di Jakarta. Gue memang bukan asli dari Jakarta, tapi gue kelahiran Surabaya. Gue pindah ke Jakarta sejak pertama kali kuliah dan sampai sekarang, gue milih Jakarta sebagai bagian dari hidup gue.


Meskipun gue belum begitu lama disini, tapi gue seneng banget, karena temen-temen gue disini pada care semua sama gue. Mereka bilang gue adalah orang paling happy dan orang paling kuat didunia. Padahal bagi gue biasa aja. Gue sama aja kayak mereka semua. Entahlah, pemikiran orang berbeda-beda.

Oya, gue punya seorang wanita yang gue sayangi, gue kasihi, gue cintai dan apapun kata-kata yang bisa mengungkapkan betapa istimewanya dia bagi gue.

Namanya Indira Pratiwi, seorang yang bisa dikatakan tinggi untuk ukuran seorang wanita. Rambutnya pendek sebahu, tubuhnya kecil dan senyumnya sungguh manis. Dia temen kampus gue dulu, dan kebetulan dia juga asli dari Surabaya yang merantau ke Jakarta untuk kuliah. Tapi sayangnya, sebelum berhasil menyelesaikan study nya disini, dia harus kembali ke asalnya.

Yaaa… Hubungan gue dengan Indira adalah LDR alias Long Distance Relationship alias lagi Hubungan Jarak Jauh.

Banyak juga temen gue disini yang mengalami hubungan LDR. Senengnya melihat mereka yang menumpuk rindu pada kekasihnya, dan ketika bisa bertemu seakan semua rindu itu meledak bagaikan gunung merapi yang udah kebelet meletus. Gue juga seneng waktu lihat temen cewek gue so sweet banget sama cowoknya ngobrol pakai webcam.

Tapi sob, LDR tak selamanya indah. Sungguh gue nggak bohong. Seperti yang gue alami sekarang ini. Gue memang bahagia mengenal sosok Indira dalam hidup gue, tapi sekali lagi LDR versi gue tak seindah seperti LDR yang lain.


Gue Gilang Pradana, dan ini kisah gue.

---

“Halo, iya bu udah bangun, kalau belum bangun mana bisa angkat telepon ibu? Iya ini mau bikin nasi goreng. Masih jam 6 bu, tenang aja nggak akan telat. Tapi Gilang bisa jadi telat beneran kalau ibu terus telepon Gilang. Ok, Gilang tutup ya bu. Bye muah.”

Gilang menutup pembicaraan dengan ibunya dan menaruh handphonenya di meja dan menuju ke Dapur untuk membuat nasi goreng.

Gilang tinggal sendirian di rumah yang dia kontrak sudah selama 3 tahun ini. Biasanya, rumahnya itu sebagai tujuan temannya untuk menumpang tidur sehari atau dua hari ketika mereka belum bisa membayar uang kos-kosan atau karena mereka kabur dari rumah.

Gilang selesai membuat nasi goreng dan segera menaruh di meja makan dan duduk didepannya. Dia segera menyantap nasi goreng buatannya itu.

Tak jauh dari sana, ada sebuah laptop berwarna silver sedang terbuka. Di dalam laptopnya, ada seorang wanita yang sedang mengamati jam tangannya. Wanita itu bergerak. Dia menaruh tangannya dan sekarang posisi wanita itu sedang memangku kepalanya dengan kedua tangannya.

“Pagi, sayang” Sapa wanita itu dengan senyuman dan dengan lembut.
“Kayaknya kamu nggak capek ngehitungin aktifitasku.” Kata Gilang sambil terus memakan makanannya.
“Kamu pasti belum jawab sapaan aku. Pagi sayangggggg” Kata wanita itu dengan muka sebel.
“Pagi Indiraku sayangggg” Jawab Gilang dengan senyuman.

Indira yang tadinya cemberut kini berubah menjadi tersenyum.

“Jadi, Ibu telepon lagi?” Tanya Indira.
Gilang tak menjawab, dia melanjutkan makannya.
“Hahaha, dasar anak mama tapi nggak mau ngaku.” Lanjut Indira.
“Makan apa? Nasi goreng lagi? Hmm?” Tanya Indira.
“Iya, aku cumanya bisa bikin ini.” Jawab Gilang.
“Seandainya aku disana, aku pasti bakal masakin buat kamu.” Kata Indira dengan tersenyum.

Gilang berhenti makan. Gilang melihat kearah laptopnya.
Indira masih tersenyum padanya.

“Aku kangen kamu.” Kata Indira dengan mata berkaca-kaca.

Melihat hal itu, mata Gilang ikut berkaca-kaca.

“Aku juga kangen kamu. Banget.” Jawab Gilang dengan suara berat tapi dia memaksakan untuk tersenyum.

Indira masih tersenyum.

“Ntar kencan ya? Aku tutup dulu laptopnya, ntar kita ngobrol lagi. Kamu baik-baik ya disana.” Kata Gilang.
Indira masih tersenyum.

Gilang segera menutup laptopnya.
Dia menghela nafas panjang.
“Kasihan laptop gue, gue yang LDR tapi dia yang harus berkorban banyak demi gue bisa komunikasi sama Indira.” Desah Gilang.

“Ohh, beratnya LDR.” Desahnya lagi sambil mengambil piring bekasnya dan membawanya didapur.

---

Gilang sudah tiba disebuah café bernama Natural. Dia masuk café itu sendirian sambil membawa tas ransel berwarna hitam.

Gilang Nampak berpakaian rapi dan terlihat tampan. Dia masuk ke café itu dengan percaya diri.
Seorang laki-laki menyapanya, dia Hendra, teman sekantor Gilang yang membuka café ini sebagai sampingan.

“Halo sob, tempat biasanya masih kosong.” Kata temannya itu.
“Ok, thank you.” Kata Gilang sambil menepuk bahu temannya dan segera menuju tempat yang dia pilih.

Tempat yang Gilang pilih memang sedikit jauh dari keramaian pengunjung. Gilang melepas tas ranselnya dan membuka tasnya dan mengambil laptop silvernya. Dia menaruh laptop itu dimeja, dan membukanya.

“Sob, minuman kesukaan lo nih.” Kata temannya sambil menyerahkan sebuah Ice Cappucino dan diletakkannya di dekat laptop.
“Mau webcam’an lagi, sob?” Tanya Hendra.
“Iya nih.” Jawab Gilang dengan senyum tipis.

Hendra terdiam.
“Lo webcam’an sama cewek baru kan?” Tanya Hendra.

Gilang tak menjawabnya.  Dia masih sibuk mengutak-atik laptopnya.
Hendra hanya bisa menghela nafas panjang.
“Lo harus bisa move on, sob.” Kata Hendra sambil menepuk bahu Gilang pelan-pelan dan pergi meninggalkan Gilang sendirian bersama dengan laptop kesayangannya.

Gilang diam saja. Dia tak menghiraukan kata-kata temannya itu.

Tak lama muncullah wajah Indira disana.
Indira sedang memakai sebuah dress berwarna ungu terong. Hari ini Indira sangat cantik sekali dengan dandanannya yang natural.
“Kamu pasti lagi di café temen kamu yang bawel itu?” Tanya Indira.
Gilang hanya tersenyum saja.
“Kamu juga sih, udah tahu temen kamu gitu, tapi masih terus milih tempat ini.” Lanjut Indira dengan wajah yang prihatin.
“Café mama lagi sepi nih.” Lanjut Indira. Kemudian Indira mengambil sebuah gelas berisi minuman.
“Cheers” Kata Indira sambil mengacungkan gelasnya.

Gilang tersenyum. Kemudian dia mengambil gelasnya dan mengacungkan pada Indira.
Mereka meminum minuman mereka bersama-sama.
“Sayang kamu.” Kata Indira sesudah meminum minumannya.

Gilang terdiam tapi masih tersenyum tipis.
“Sayang kamu juga.” Jawab Gilang sambil tak terasa meneteskan air mata.
Indira terdiam. Indira memasang wajah sedih.

“Aku tahu, setiap kamu dateng ke café ini, pasti temen kamu buat sedih. Besok lagi, jangan ke café ini ya.” Kata Indira dengan lembut.

Gilang mengusap air matanya dan dia tersenyum pada Indira sambil menganggukan kepala.
Indira kembali tersenyum tipis.

---

“Sayang sebenarnya aku nggak suka nonton bola.” Ucap Indira dengan wajah cemberut dan melipat tangannya didada.
“Kalau nggak suka, kenapa pakai baju MU yang aku kasih ke kamu?” Goda Gilang sambil tertawa.
“Aku pakai baju ini karena aku sayang kamu, coba aja aku nggak sayang sama kamu. Pasti udah aku loakin ini baju.” Kata Indira dengan jutek.
“Jangan gitu, belinya susah payah tuh.” Kata Gilang sambil mengusap layar laptopnya yang sedikit kotor.

Gilang sudah sampai disebuah café yang menyelenggarakan nonton bareng pertandingan sepak bola Manchester United melawan Chelsea. Nampak banyak sekali orang-orang disana yang berminat untuk nobar bersama.

“Nanti kalau goal aku harus gimana? Bilang yeeee gitu?” Tanya Indira dengan polosnya.
Gilang tersenyum melihat pacarnya yang polos itu.
“Udah diem aja.” Kata Gilang sambil sekali-kali melihat pertandingannya dan sekali-kali melihat kearah laptopnya.
“Jadi aku harus teriak gitu?” Kata Indira kemudian dia memperagakan teriakan kemenangannya.
Gilang tertawa melihat tingkah laku pacarnya itu.

Kemudian Gilang melihat kearah layar besar di depan, dan saat itu hampir saja goal. Gilang Nampak histeris seperti yang lain, mencoba mengarahkan sang pemain untuk bisa menang. Dan, goal.
Gilang dan semua yang ada disitu berteriak kegirangan. Indira yang dari jauhpun juga belum berhenti untuk berteriak.

“Aku berharap goal meskipun aku nggak tau apa-apa. Yeeee!” Ungkap Indira dengan berteriak-teriak.
“Udah goal, sayang.” Teriak Gilang sambil tertawa bahagia.

Dia bahagia menyaksikan team kesayangannya mencetak goal dan bahagia ditemani oleh sang kekasih menonton pertandingan meskipun hanya lewat perantaraan laptop.

Tawa Gilang mulai meredup perlahan-lahan. Kini hilang sudah tawa Gilang.
Gilang menundukkan kepala sebentar dan kembali melihat kearah pertandingan.

---

“Sudah dapat bangku kosong?” Tanya Indira.
“Yaps.” Jawab Gilang sambil mengatur posisi duduknya dengan nyaman di bangku taman.

Gilang dan Indira sudah membuat janji untuk makan ice cream di taman masing-masing. Meskipun mereka berada di tempat yang berbeda, tak menyurutkan niat mereka untuk melakukan suatu hal yang indah seperti layaknya kekasih yang menjalani hubungan normal.

“Coba aku tebak, pasti cokelat lagi?” Kata Indira yang terlihat di taman juga sambil memangku laptopnya dan memegang sebuah ice cream di tangan kanannya.
“Yee, salah! Ini ice cream rasa stroberi.” Kata Gilang sambil mencicipi ice creamnya yang sedari tadi dia pegang.
“Cuaca cerah banget ya, sayang?” Tanya Indira.
“Iya, di tempat kamu kayaknya juga cerah banget.” Jawab Gilang.
“Mau coba ice cream ku?” Tanya Indira dengan ceria.
“Nggak. Rasa ice cream kita sama, sayang.” Jawab Gilang sambil terus memakan ice creamnya.
“Aku pengen suapin ice cream ini ke kamu, tapi…” Tiba-tiba kata-kata Indira terhentikan oleh air mata yang turun.

Gilang melihatnya serasa ingin meneteskan air mata juga.

“Udah ya, aku tutup dulu. Bye. I love you.” Kata Indira dengan tergesa-gesa.

Kemudian wajah cantik Indira menghilang dari laptop kesayangan Gilang.
Gilang ingin menangis waktu itu. Tapi dia menoleh ke arah kiri dan kanan, banyak sekali orang disana. Dia malu untuk meluapkan emosinya itu. Dia berusaha menahannya.

Dia membuang ice creamnya ke tempat sampah di sebelah bangkunya dan mengemasi laptopnya lalu pergi dari sana.


---

20 Desember 2013

Gilang berada di kamarnya yang dicat berwarna putih semi abu-abu. Sepertinya, Gilang sangat menyukai warna silver.

Gilang merebahkan tubuhnya di kasur dengan posisi tengkurap dan membuka laptopnya.
Kemudian tak lama, muncullah wajah Indira.

Indira sekarang berada di meja makannya. Dan didepan Indira sudah ada sebuah kue tart black forest dengan sebuah lilin disana.

“Happy birthday to you, Happy birthday to you, Happy birthday Happy birthday, Happy birthday, Gilang.” Indira menyelesaikan lagu selamat ulang tahun dalam bahasa inggris dengan senyuman.

“Selamat ulang tahun, sayang. Wish you all the best. Semoga, kamu tambah yang baik-baik dan hidup dengan baik meskipun aku jauh dari kamu.” Kata Indira dengan senyum tipis.

Gilang masih terdiam tanpa mengatakan apapun. Ekspresinya sangat datar sekali.
“Make a wish, sayang. Ayo buruan.” Kata Indira.

Kemudian tanpa berbicara apapun, Gilang memejamkan matanya sembari tersenyum kecil.

“Tapi, jangan minta aku ada disisi kamu. Kamu harus minta yang lain. Karena sepertinya, Tuhan nggak bisa mengabulkan doa kamu yang itu.” Kata Indira dengan mata berkaca-kaca.

Gilang membuka matanya.

“Kalau kamu ngelarang aku minta itu, aku nggak jadi minta apa-apa. Karena aku nggak punya sesuatu yang aku minta selain itu.” Jawab Gilang dengan suara berat.

Indira terdiam karena air matanya sudah menetes dari kedua matanya, yang sudah dia tahan sejak tadi.
Indira mencoba tersenyum dengan keadaan menangis seperti itu.
“Ayo sayang, tiup lilinnya.” Kata Indira.
“Satu… Dua… Tiga…” Lanjut Indira.
Kemudian Indira dan Gilang bersama-sama meniup lilin itu dan matilah api di lilin itu.
Mereka berdua saling memandang satu sama lain.

Indira masih menangis. Dia berusaha mengusap air matanya dengan telapak tangannya.
Gilang menutup mukanya karena tak sanggup melihat tangis Indira.
“Maafin aku. Aku buat kamu jadi sedih.” Kata Indira dengan nada terbata-bata.
“Aku cuma pengen mengingatkan kamu di setiap hari ulang tahunmu, untuk kamu bisa move on.” Lanjut Indira.

Gilang segera menutup laptopnya langsung seketika begitu saja.
Gilang menangis.

---

Gilang berjalan di sebuah gereja. Bangku gereja yang sudah tertata rapi itu nampak kosong. Tak ada satu orang pun disana, kecuali Gilang yang masih berjalan menuju ke bangku paling depan.

Gilang memakai setelan jas warna hitam dengan rapi. Gilang terus menuju kedepan.

Di bangku paling depan sudah ada laptopnya yang telah terbuka dan disana Nampak Indira dengan wajah pucatnya menggunakan sebuah gaun pengantin, dan sebuah kerudung berwarna putih di kepalanya.
Gilang menghampiri laptopnya dan duduk didepan laptopnya.

Indira Nampak begitu pucat sekali. Matanya sembab bekas mengeluarkan air mata. Hidungnya pun masih kemerehan menandakan dia sudah menangis sebelumnya.

“Maafin aku.” Kata Indira dengan menangis.

Gilang pun memilih menangis juga seperti Indira.
Gilang berusaha membungkam mulutnya agar tangisnya tak mengeluarkan suara, namun sia-sia. Tangisnya kini semakin terisak, menandakan betapa sakit hatinya saat ini.

Kemudian, wajah Indira menghilang dari laptop kesayangannya.

Gilang mengulurkan tangannya kedepan, pelan-pelan menuju ke sebuah tombol yang ada di samping kanan laptopnya. Ketika sebuah tombol ditekan, menyalalah lampu pendandanya yang berwarna kuning itu sebanyak tiga kali dan keluarlah tempat dvd dengan sebuah CD didalamnya.

Gilang mengambil CD berwarna putih yang bertuliskan “Move On Gilang”itu, dan memasukkan nya ke dalam sebuah tas yang penuh dengan CD berwarna putih lengkap dengan keterangannya seperti Cd yang dia pegang sekarang.

Gilang menata kembali CD-CD tersebut yang nampak berantakan dengan air mata yang masih menetes.

Mulai dari CD yang tertulis tangan dengan kata-kata “Nemenin Makan Pagi”

Gilang mengambil piring makannya dan mengembalikannya ke dapur. Kemudian dia kembali sebentar ke meja makannya, memegang laptopnya dan mengeluarkan sebuah CD bertuliskan “Nemenin Makan Pagi”.
Kemudian Gilang menaruh CD tersebut di sebuah tas dengan CD-CD yang lain.

Kemudian ada CD dengan keterangan “Kencan”

Gilang memasukan laptopnya dan segera meninggalkan tempat duduknya.
Kemudian, Hendra menahan Gilang sebentar.
“Lo harus buang CD-CD itu, Lang! Lama-lama lo bisa gila tau nggak!” Ungkap Hendra dengan muka serius.
Gilang terdiam tanpa memandang Hendra sedikitpun.
“Ini satu-satunya cara gue untuk mengobati rasa rindu gue ke Indira. Tolong hargai itu.” Kata Gilang dengan nada dingin.
“Lang, kalau cara lo seperti ini terus, gue jamin Indira disana juga nggak bakal tenang.” Kata Hendra dengan sedikit emosi.
“Lo jaga omongan lo! Gue bisa urusin diri gue sendiri!” Bentak Gilang.
“Lo sadar nggak, lo udah buang-buang waktu lo selama 4 tahun ini, Lang. Lo tuh! Ah bener-bener gila lo.” Kata Hendra dengan sedikit putus asa.
“Gue pergi dulu.” Kata Gilang dengan tenang sambil pergi meninggalkan café itu.
Hendra menghela nafas panjang. Dia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil melihat kepergian Gilang.

Disusul dengan menata CD-CD lainnya dan juga ada CD bertuliskan “Makan Ice Cream”

Gilang membuang ice creamnya dan mengambil CD yang ada di laptopnya. Dia memasukkan laptopnya ke tas ranselnya, dan memasukkan CD tersebut kedalam tempatnya.
Terdengar, disebelah bangku tempat Gilang duduk berbisik-bisik.

"Ya ampun gue kira webcam sama ceweknya, ternyata Cuma rekaman dan dia ngomong-ngomong sendiri. Iya, gue pikir so sweet banget ni orang, ternyata nggak. Gila ni orang."

Gilang mendengarnya.
Dia berdiri meninggalkan bangku itu dengan senyum getir.
Gilang pergi meninggalkan taman itu.

Dan yang terakhir, adalah CD bertuliskan “Happy Birthday Gilang”

Gilang menutup laptopnya dan membuat tubuhnya kini dalam posisi terlentang.
Dia membuat kedua tangannya sebagai tumpuan kepalanya.
Gilang masih terdiam tak bersuara.
“Hai, Indira. Usia gue sekarang 27 tahun. Waktu terus berjalan dengan cepat, sayang. Aku janji, diusia yang ke 27 tahun ini, aku mau move on dan membuat kamu tenang disana.” Kata Gilang dengan lirih.
Kemudian dia memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur meskipun sulit.

Kemudian CD terakhir yang bertuliskan “Move On Gilang” diselipkan di urutan paling belakang.

Kini Gilang pergi meninggalkan gereja itu dengan sebuah tas ransel di belakang punggungnya dan menenteng sebuah tas penuh dengan CD-CD.

Gilang sekarang telah berada di depan café milik Hendra, temannya.

Hendra melihat Gilang dari dalam kaca cafenya, dan dia keluar menghampiri temannya itu.
“Ngapain lo?” Tanya Hendra.

Gilang tak menjawabnya. Dia menyerahkan sebuah tas yang dia tenteng sedari tadi kepada Hendra.
Hendra menerima tas itu dengan kebingungan. Kemudian, Hendra membuka tas itu dan mengetahui isi dari tas itu adalah kumpulan CD-CD.

“Maksud lo gimana ni?” Tanya Hendra dengan mengacungkan tas tersebut kehadapan Gilang.
“Tolong lo simpen ini, tapi jangan lo buang. Gue takut kalau suatu saat gue masih perlu ngelihat wajahnya Indira.” Kata Gilang dengan lemas.
Hendra kelabakan melihat Gilang.
“Lo serius mau lupain Indira?” Tanya Hendra sekali lagi.
Gilang menganggukan kepalanya dengan pelan.

Hendra maju lebih dekat pada teman dekatnya itu, dan menepuk pundak Gilang pelan-pelan.
“Ini semua demi kebaikan lo. Gue yakin, Indira disana udah damai, sob.” Kata Hendra dengan senyuman.
Gilangpun tersenyum.

Kala itu angin sepoi-sepoi membawa daun-daunan yang gugur di bawah pergi berterbangan kepada kisah masa lalu.

---

4 Tahun yang lalu.

Gilang berjalan terburu-buru memasuki sebuah rumah yang pelatarannya sudah dipasang sebuah tenda dan penuh dengan kursi-kursi berwarna merah. Beberapa karangan bunga ikut berjejer seakan-akan menjadi hiasan di rumah yang nampak penuh dengan kedukacitaan.

Langkah Gilang sedikit gontai ketika dia sudah berhasil memasuki pelataran tersebut.
Langkahnya kini diperlambat karena dia sudah memasuki ruang tamu rumah tersebut.

Wajah Gilang kusam, penuh dengan keringat bercampur dengan air mata.
Dia melewati orang-orang disana yang mayoritas memakai pakaian berwarna gelap.
Gilang mendekati sebuah peti yang ditaruh di atas sebuah meja yang ditata memanjang untuk menopang peti tersebut.

Didepan peti tersebut, ada sebuah papan nama dan sebuah foto yang tak asing bagi Gilang.
Gilang semakin mendekat dan dekat. Dia telah berada disamping peti tersebut dan melihat tubuh Indira telah lemah tak bernyawa di dalam peti tersebut.

Gilang menopang tubuhnya dengan peti itu dan menangis keras disana. Dia tak mengatakan sepatah kata apapun dan hanya bisa menangis.

Ibu Indira dan beberapa orang temannya yang menyaksikan hal itu, menjadi terenyuh dan tak kuasa menahan tangis.

“Siapa itu, mbak?” Tanya salah satu teman ibunya.
“Pacarnya Indira dari Jakarta.” Jawab Ibu Indira sambil mengusap air matanya.

Adik Indira, Septia, menghampiri Gilang dan memegang pundak Gilang.
“Mas Gilang.”

Merasa ada yang memegangnya dan memanggilnya, Gilang menoleh kearah orang tersebut.
Mata Gilang kini memerah. Pipinya memerah dan dia masih menangis terisak-isak.

“Ada titipan dari Mbak Dira, kata Mbak Dira kalau dia sudah nggak ada suruh kasih ini buat Mas.” Kata Septia sambil menyerahkan sebuah tas berwarna silver.
“Sabar mas ya, keluarga disini juga mencoba untuk sabar dan ikhlas.” Kata Septia menenangkan kemudian meninggalkan Gilang yang masih menangis sambil menerima tas itu.

Gilang memeluk tas tersebut erat-erat sambil terus menitikkan air matanya.

“Indi..ra.. terus gue gimana?” Ucapnya lirih sambil terus menangisi kepergian sang kekasih untuk selamanya.

---

“Ma, handycamku mana?” Tanya Indira.
“Di kamarnya Septia, kemarin dia pinjam sebentar.” Kata Ibu Indira.

Kemudian Indira pergi ke kamar Septia dan menemukan handycamnya. Dia begitu semangat ketika menemukan handycamnya, dan segera meninggalkan kamar Septia.

“Ma, aku ke taman sebentar.” Teriak Indira.
“Jangan lama-lama, Ra. Sebentar lagi dr.Beni mau dateng.” Teriak Ibunya yang sekarang berada di dapur.
“Ok.” Jawab Indira sambil pergi meninggalkan rumahnya.

Indira berjalan ke area perumahannya. Di sekitar rumahnya, ada sebuah taman kecil yang begitu asri karena banyak pepohonan besar disana.

Indira menemukan sebuah pedagang ice cream yang dikerumuni oleh beberapa anak kecil di dekat taman tersebut.

Indira berjalan girang melihatnya.
“Pak, saya rasa stroberi satu ya.” Kata Indira dengan senyuman.
Bapak penjual tersebut melayani Indira dengan senyuman pula.
“Ini mbak.” Kata penjual tersbeut sambil menyerahkan ice cream berwarna merah muda tersebut.
“Makasih pak.” Ucap Indira sambil berjalan menuju ke taman.

Ada sebuah bangku disana yang masih kosong. Indira duduk disana.
Dia menyalakan handycamnya dan mengarahkan kewajahnya.
Dia berdeham sebentar dan menenangkan hatinya kemudian dia menekan tombol start.

“Hai sayang, udah dapet bangku kosong?” Kata Indira.

Kemudian Indira berhenti sejenak.

“Coba aku tebak, pasti cokelat lagi.”

Dia berhenti kembali.

“Cuaca cerah banget yang sayang.”

Dia berhenti.

“Kamu mau coba punyaku?”

Dia berhenti.

“Aku pengen suapin ice cream ini ke kamu, tapi…” kemudian Indira tak sanggup melanjutkan kata-katanya karena air mata yang tiba-tiba menetes dipipinya.

 “Udah ya, aku tutup dulu. Bye. I love you” Kata Indira dengan cepat dan segera menekan tombol stop di handycamnya.

Handycam tersebut masih dia pegang mengarah ke wajahnya meskipun tombol stop telah ditekan.
Indira menangis dengan terisak ditaman itu, sendirian.

---

“CD nya udah jadi semua mbak.” Kata Septia sambil menyerahkan tumpukkan CD kepada Indira.
“Ok thank you.” Kata Indira sambil mengambil CD itu.

Kemudian Indira membawanya ke dekat TV dan DVDnya. Dia mulai melihat satu persatu CD tersebut dan memberikan keterangan sesuai video tersebut.

“Oh ini yang di café mama. Tulisnyaaaa, Ken..Can..” Kata Indira sambil menulis dengan spidol di CD tersebut.
“Trus yang ini waktu nonton Bola. Yaya, non..ton.. bo..la..” Ucapnya sambil mengeja tiap tulisan yang dia tulis di CD.

“Mbak kurang kerjaan deh.” Celetuk Septia.
Indira berhenti melakukan aktifitasnya. Kemudian dia menoleh kearah Septia.

“Ini buat nemenin dia, ketika Mbak nggak ada disamping dia. Kita sudah mengalami hubungan jarak jauh sekitar hampir satu tahun ini setelah mbak di vonis kena kanker ini dan harus pulang ke Surabaya. Biasanya mbak nemenin dia ngobrol pake webcam, tapi sekarang mana bisa ketika mbak sudah nggak ada? Kasihan dia nanti nggak ada yang nemenin.” Kata Indira dengan senyum tipis.

“Mbak jangan ngomong gitu. Mbak tu bakal panjang umur.” Ucap Septia dengan nada tinggi.
Indira tersenyum menanggapinya.

Indira telah selesai menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian dia menghampiri adiknya dan menyerahkan tumpukan CD tersebut.

“Tolong belikan tas warna silver, trus kamu taruh CD ini ke tas itu. Kamu tempatin CD ini ke tas itu ya. Kasihkan ke Gilang kalau aku sudah nggak ada nanti.” Ucap Indira sambil meninggalkan adiknya.

Septia sedih mendengar ucapan kakaknya yang sangat pesimis.

---

“Mbak, gaun yang aku pesen udah aku taruh kamar mbak.” Kata septia.
“Iya, makasih. Aku minta waktu setengah jam ke kamar dulu sebelum aku ke rumah sakit.” Kata Indira.
Septia hanya menganggukan kepala dan membiarkan Indira sendiri.

Indira masuk kedalam kamarnya.

Disana, sudah ada sebuah tiang penyangga lengkap dengan handycam yang sudah siap pakai.
Ada juga sebuah gaun pengantin berwarna putih tergeletak di tempat tidur Indira.
Indira berjalan dengan tertatih untuk mengambil gaun tersebut dan memakainya.
Dia juga mengambil sebuah kain polos berwarna putih untuk menutupi kepalanya.
Setelah gaun itu dipakai, dia berjalan mendekati handycamnya dan menyalakan tombol start.
Kemudian dia duduk menghadap ke handycamnya.

“Hai, Gilang. Gimana kabarmu?” Aku berharap kamu baik-baik aja.” Ucap Indira dengan suara berat.

Wajah Indira tampak sangat pucat dan tubuhnya berubah menjadi sangat kurus.

“Kalau kamu sudah lihat video ini, mungkin aku sudah nggak ada di dunia ini.”

Indira mulai menitikkan air mata.

“Sebenarnya, aku nggak pengen ngelakuin operasi ini, karena kata dokter kemungkinan berhasilnya Cuma 10% aja. Kalaupun aku selamat dari operasi ini, itupun juga nggak akan bertahan lama. Aku mikir, ini Cuma buang-buang duit aja. Aku kasihan sama mama yang single parent harus membayar biaya sebanyak ini buat operasi yang sia-sia.”

Indira mulai terisak.

“Tapi, mama, Septia, dan kamu yang maksa aku buat melakukan ini semua. Meskipun aku tahu ini sia-sia, tapi demi kalian yang ingin aku tetap bertahan di dunia ini, aku akan lakuin semuanya. Sekali lagi demi kalian yang aku sayangi.”

Ditengah tangisnya yang semakin deras, Indira mencoba untuk tersenyum.

“Lihat. Ini gaun yang pengen aku pakai ketika nikah sama kamu nanti. Tapi kenapa bahkan Tuhan nggak kasih kesempatan buat aku pakai gaun ini dihadapan kamu?”

“Maaf aku harus tutupin kepala aku dengan kain ini, karena aku malu sama kamu. Aku bukan Indiramu yang cantik seperti dulu. Aku sekarang Indira yang kayak monster, mengerikan dan botak! Sebenarnya aku malu sama kamu.”

“Oya, aku titipkan ke adikku, CD-CD yang udah aku rekam buat nemenin aktifitas kamu. Aku sudah tulis semuanya disana keterangan-keterangannya. Kamu bisa pakai ketika kamu mau.”

“Maafin aku.”

“Sepertinya kita harus LDR dulu. LDR yang entah sampai kapan berakhirnya. LDR yang memisahkan jarak yang sangat jauh banget. LDR dimana kita berada di tempat yang berbeda. Kamu mau kan?”

“Tapi aku berharap, kita nggak akan lama-lama LDRnya. Karena aku pengen kamu bisa move on dari aku nantinya.”

“Kamu harus janji sama aku. Ketika di hari ulang tahunmu yang ke 27 tahun. Kamu harus buang CD-CD ini dan hiduplah dengan membuka lembaran baru. Karena aku rasa 4 tahun sudah cukup buat kita LDR’an antara surga dan dunia.”

“Makasih sayang buat selama ini. Aku minta maaf kalau ada salah sama kamu. Maaf aku nggak bisa disamping kamu. Maaf aku nggak bisa peluk kamu ketika kamu sedih. Maaf nggak bisa bikini kamu sarapan, jadinya kamu makan nasi goreng terus. Maaf… Maaf Gilang.. Maaf..”

“Jaga dirimu baik-baik.”

“Aku cinta kamu”

“Selamat tinggal, sayang.”

“Selamat tinggal, Gilang.”

Indira berjalan kearah handycam nya dan mematikannya.
Dia kembali berjalan ke tempat tidurnya dan mengganti pakaiannya.

“Mbak, ayo buruan.” Tegur Septia dari balik pintu kamar Indira.

Indira berjalan dan melepas handycamnya. Kemudian dia membuka pintunya dan menyerahkan handycam itu kepada Septia.

“Tolong kamu pindahkan video ini ke CD kosong dan taruh di kumpulan CD yang kemarin mbak kasih ke kamu.” Kata Indira dengan lemas.

Kemudian Indira berjalan sambil berpegangan pada dinding di rumahnya.

“Mbak.” Panggil Septia
“Ini mau dikasih keterangan apa?” Tanya Septia.

Indira berhenti dan menoleh kearah Septia.
“Tulis aja… MOVE ON GILANG.”

Kemudian Indira kembali menghadap ke depan dan berjalan keluar rumah. Wajahnya yang pucat itu masih memancarkan sedikit senyuman kecil. Dalam hatinya berkata, maafkan aku, Gilang.


- The End -

2 comments:

  1. http://ceritalegenda99.blogspot.com/2017/06/pemuda-22-tahun-dikira-hamil-besar.html

    Inilah Saatnya Menang Bersama Legenda QQ

    Situs Impian Para pecinta dan peminat Taruhan Online !!!
    Hanya Dengan 1 id bisa main 7 games boss !!!
    CAPSA SUSUN | PLAY POKER | BANDAR POKER | BandarQ | Domino99 | AduQ | SAKONG Terbaik

    Keunggulan Legenda QQ :
    - MINIMAL DEPO & WD 20.000
    - PROSES DEPO & WD TERCEPAT
    - KARTU-KARTU BERKUALITAS DISAJIKAN
    - CS RAMAH & INSPIRATIF SIAP MEMBANTU 24 JAM
    - TIPS & TRIK MENJADI KEUNGGULAN SITUS INI

    Tunggu apalagi Boss !!! langsung daftarkan diri anda di Legenda QQ
    Bagaimana cara mendaftar? SIMPEL boss !!!
    cukup kunjungi kami Legenda QQ
    klik daftar dan daftarkan diri anda
    atau bisa juga melalui live chat dan cs kami akan membantu anda 24jam bos!!
    Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama kami!!
    Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar" nya!!

    Contact Us :
    + website : legendaqq.com
    + Facebook : @Legendakiukiu
    + Skype : Legenda QQ
    + BBM : 2AE190C9

    ReplyDelete
  2. http://beritadomino2o6.blogspot.com/2017/07/kecanduan-menciumi-pakaian-dalam-wanita.html

    http://detik206.blogspot.com/2017/06/sering-di-hooh-oleh-pacar-ibu-siswi-sd.html

    http://detik206.blogspot.com/2017/07/kemesraan-pengantin-baru-nenek-rohaya.html


    HALLO BOSS YUK DAFTARKAN SEGERA DI DOMINO206.COM JUDI ONLINE TEPERCAYA & AMAN 100% !

    SANGAT MUDAH MERAIH KEMENANGAN TUNGGU APALAGI AYO BURUAN DAFTARKAN BOSS ^_^

    UNTUK PIN BBM KAMI : 2BE3D683/WA(+855 8748 0626) SILAHKAN DIADD YA:-)

    DOMINO206.COM MENYEDIAKAN 7 PERMAINAN
    - ADUR-Q
    - DOMINO99
    - BANDAR-Q
    - POKER
    - BANDAR POKER
    - SAKONG
    - CAPSA SUSUN

    UNTUK BANK KAMI : BCA-BRI-BNI-DANAMON-MANDIRI
    KAMI TUNGGU KEHADIRAN BOSS YA^^

    ReplyDelete